Suara.com - Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, yang dipimpin Ronny Talapessy, melancarkan serangan frontal terhadap alat bukti utama jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ronny menegaskan bahwa file Call Data Record (CDR) yang diajukan jaksa tidak memiliki keaslian yang bisa dibuktikan.
Argumentasi sentral ini disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang menjerat Hasto sebagai terdakwa.
“File CDR seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai Alat Bukti atau Barang Bukti karena tidak dapat dibuktikan keaslian dan keabsahannya,” kata Ronny di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
CDR, yang berisi rincian riwayat panggilan dan transaksi telekomunikasi, merupakan data krusial yang digunakan jaksa untuk merekonstruksi peristiwa.
Sebelumnya, jaksa mengaku mengetahui pergerakan Harun Masiku dan Hasto yang disebut melarikan diri ke Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, pada Januari 2020, berdasarkan data CDR tersebut.
Momen itu terjadi saat KPK hendak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Harun Masiku.
Ronny memaparkan dua kelemahan fatal dari bukti tersebut. Pertama, asal-usul data yang meragukan.
Berdasarkan tuntutan jaksa, file CDR tidak diperoleh langsung dari operator seluler, melainkan bersumber dari dua unit penyimpanan eksternal.
Baca Juga: Pledoi Hasto: KPK Gagal Buktikan Motif, Kuasa Hukum Tunjuk Harun Masiku Punya Segalanya
“Majelis Hakim Yang Mulia, kita tidak pernah tahu Flashdisk ini diberikan oleh siapa dan apakah bisa dipercaya,” ujar Ronny.
Pernyataan tersebut merujuk pada Flashdisk Sandisk Cruzer Blade 16 GB dan 64 GB yang menjadi sumber data.
Menurutnya, hal ini membuka risiko manipulasi sehingga data tidak lagi otentik.
Kedua, Ronny menyoroti ketiadaan audit digital forensik. Fakta ini terungkap dari keterangan ahli digital forensik yang juga seorang penyelidik KPK di persidangan.
Ia menegaskan bahwa hanya ahli yang berwenang memvalidasi sebuah bukti digital, bukan penuntut umum.
“Satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu dokumen telah melalui proses Digital Forensik adalah ahli digital forensik dan bukan penuntut umum,” katanya, sembari meminta majelis hakim untuk mengesampingkan bukti tersebut sepenuhnya.