Kasus Diplomat Tewas: Bekto Suprapto Curigai Lakban di Kepala, Bunuh Diri Tak Masuk Akal?

Tasmalinda Suara.Com
Senin, 14 Juli 2025 | 14:05 WIB
Kasus Diplomat Tewas: Bekto Suprapto Curigai Lakban di Kepala, Bunuh Diri Tak Masuk Akal?
mantan wakaberskirim Bekto Suprapto ungkap soal lakban di kepala

Suara.com - Kematian diplomat muda, Arya Daru Pangayunan, menghadirkan sebuah anomali yang membingungkan: ditemukan tewas dengan seluruh kepala terlilit lakban di dalam kamar yang terkunci.

Pertanyaan mendasar pun muncul, mungkinkah ini sebuah aksi bunuh diri yang rumit, atau justru sebuah pembunuhan yang dirancang agar terlihat seperti bunuh diri?

Mantan Wakabareskrim Polri, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto, memberikan pandangannya yang tajam mengenai kejanggalan ini.

Menurutnya, meski terlihat tidak lazim, kemungkinan bunuh diri tidak bisa serta-merta dikesampingkan, namun harus diuji secara ilmiah melalui investigasi yang cermat.

"Secara probabilitas, kemungkinan terjadi, mungkin saja. Mengapa tidak?" ujar Bekto saat menjadi narasumber di siaran Kabarpetang, TVone.

Saat ditanya mengenai kemungkinan korban melilitkan lakban di kepalanya sendiri.

Namun, ia segera menambahkan bahwa klaim ini harus dibuktikan melalui serangkaian pemeriksaan forensik yang detail.

Salah satu poin krusial yang disorot Bekto adalah kebiasaan korban.

"Harus dipahami, korban ini orangnya, tangannya kidal atau tidak?" tanyanya retoris.

Baca Juga: Update Kasus Kematian Misterius Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan

Logikanya sederhana, arah lilitan lakban akan sangat dipengaruhi oleh tangan mana yang dominan. Jika korban tidak kidal, namun pola lilitan menunjukkan dilakukan oleh tangan kiri, maka kecurigaan adanya pihak lain akan menguat.

Lebih lanjut, Bekto menjelaskan bahwa proses kematian akibat asfiksia atau kehabisan napas karena lakban bukanlah proses yang instan.

"Orang menahan napas itu kan ada batasnya. Ada yang setengah menit, ada yang satu menit," jelasnya. Dalam rentang waktu tersebut, korban akan mengalami refleks perlawanan karena tubuh secara alami akan berjuang untuk bernapas.

Apakah mungkin seseorang dengan kesadaran penuh mampu terus melilit lakban dengan rapi di kepalanya sendiri hingga benar-benar kehilangan napas tanpa ada perlawanan yang merusak kerapian lilitan tersebut? Ini menjadi pertanyaan psikologi forensik yang penting.

Bekto juga menekankan pentingnya memeriksa sidik jari yang tertinggal di lakban. Jika sidik jari yang ditemukan hanya milik korban, hal itu bisa menguatkan dugaan bunuh diri.

Namun, jika ada sidik jari lain, ceritanya akan sangat berbeda. "Satu, ada sidik jari di dalam lakban itu. Dibuka pelan-pelan, nanti tinggal sidik jari. Sidik jarinya ini sidik jari siapa? Identik tidak dengan korban atau identik dengan orang lain?" paparnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI