Anggota DPR Sebut SDM Belum Siap Kerja, Netizen Balas: Janji 19 Juta Lapangan Kerja Mana?

Senin, 14 Juli 2025 | 17:06 WIB
Anggota DPR Sebut SDM Belum Siap Kerja, Netizen Balas: Janji 19 Juta Lapangan Kerja Mana?
Kolase Anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Zainul Munachisin dan ribuan pencari kerja tanah air. (Instagram)

Suara.com - Sebuah pernyataan dari anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munachisin, memicu perdebatan panas di ruang publik.

Dalam sebuah unggahan media sosial yang viral, Zainul anggota dewan dari Fraksi PKB ini, menyoroti kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menghadapi tantangan dunia kerja saat ini.

Menurutnya, salah satu kendala utama dalam penyerapan tenaga kerja adalah ketidaksiapan dari sisi pencari kerja itu sendiri.

"Kita harus jujur mengakui, banyak dari sumber daya manusia kita yang belum sepenuhnya siap untuk mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini, terutama yang menuntut keahlian spesifik," ujar Zainul dikutip Senin (14/7/2025).

Pernyataan ini sontak menjadi bumerang. Alih-alih mendapat dukungan, pandangan Zainul justru dikritik habis-habisan oleh netizen, terutama dari kalangan anak muda yang sedang berjuang di tengah sempitnya bursa kerja.

Banyak yang merasa pernyataan tersebut tidak mencerminkan realitas dan terkesan menyalahkan korban dari minimnya kesempatan.

Kritik publik semakin tajam ketika dihubungkan dengan salah satu janji kampanye fenomenal dari pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka: penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan.

Memasuki pertengahan tahun 2025, janji tersebut kembali ditagih oleh masyarakat yang merasa belum melihat dampak signifikannya.

Ilustrasi Lowongan Kerja Tanpa Ijazah untuk Wanita (Unsplash)
Ilustrasi Lowongan Kerja Tanpa Ijazah untuk Wanita (Unsplash)

"Narasinya selalu menyalahkan pencari kerja, bukan penyedia kerja. Janji 19 juta gimana kabarnya? Sudah sampai mana progresnya per Juli 2025 ini?" tulis seorang pengguna X (dulu Twitter) dengan sinis.

Baca Juga: KPK Patahkan Dalih Hasto: 'Fakta Baru' Muncul, Kasus Harun Masiku Bukan Daur Ulang

Komentar lain yang tak kalah pedas menyahut.

"Skill ada, Pak. Kemauan kerja ada. Yang tidak ada itu lowongannya. Kalaupun ada, kualifikasinya 'langit', gajinya 'bumi'," kritik salah satu netizen lain.

Realita Pahit di Bursa Kerja Domestik

Pandangan netizen tersebut bukanlah tanpa dasar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) masih menjadi tantangan serius, terutama di kalangan lulusan baru SMK dan universitas.

Banyak anak muda produktif dengan segudang kemampuan, mulai dari literasi digital hingga keahlian kreatif, justru kesulitan menembus pasar kerja formal.

Masalahnya seringkali bukan pada kapabilitas, melainkan pada ketersediaan lapangan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja baru setiap tahunnya. Lowongan yang tersedia seringkali menuntut pengalaman bertahun-tahun untuk posisi level awal, atau menawarkan upah yang tidak sepadan dengan biaya hidup di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung.

Fenomena "sandwich generation" yang harus menanggung hidup keluarga membuat mereka tidak punya pilihan selain menerima pekerjaan apa pun, bahkan yang tidak sesuai dengan keahliannya.

Fenomena 'Hijrah' ke Luar Negeri Sebagai Jalan Keluar

Di tengah peliknya mencari nafkah di negeri sendiri, semakin banyak warga negara Indonesia yang memilih jalan lain: mencari peruntungan di luar negeri.

Mereka bukan hanya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di sektor informal, tetapi juga para profesional muda dan pekerja terampil.

Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, hingga Jerman menjadi tujuan populer karena menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi dan lingkungan kerja yang dianggap lebih terstruktur.

Ironisnya, banyak dari mereka yang sukses di luar negeri justru berangkat dengan kemampuan yang oleh sebagian kalangan di dalam negeri dianggap "seadanya".

Namun, dengan etos kerja yang kuat dan kemauan belajar, mereka terbukti mampu beradaptasi dan memberikan hasil kerja yang memuaskan bagi perusahaan asing.

Hal ini seolah mematahkan dalih bahwa SDM Indonesia tidak siap. Mereka siap, bahkan sangat mampu, asalkan diberi kesempatan dan lingkungan yang mendukung.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: jika SDM lokal terbukti kompeten di pasar global, mengapa di dalam negeri mereka justru dianggap belum siap?

Apakah masalahnya benar-benar ada pada para pekerja, atau pada ekosistem lapangan kerja yang belum mampu diciptakan oleh pemerintah dan sektor swasta?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI