Awas Kena Sanksi! Jualan Online Tapi Gak Bayar Pajak, Ini Risiko yang Mengintai

Bella Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 07:20 WIB
Awas Kena Sanksi! Jualan Online Tapi Gak Bayar Pajak, Ini Risiko yang Mengintai
Logo Pajak. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi memberlakukan aturan baru terkait pungutan pajak bagi pedagang online.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 14 Juli 2025.

Melalui beleid ini, pemerintah menunjuk platform niaga elektronik (e-commerce) sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi dari para pedagang yang berjualan di marketplace.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli, menyampaikan bahwa latar belakang diterbitkannya PMK ini adalah pesatnya pertumbuhan ekosistem digital, terutama sejak pandemi COVID-19 yang mendorong perubahan perilaku belanja masyarakat ke ranah online.

Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10). [ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari]
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10). [ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari]

“Untuk itu, diperlukan pengaturan yang mendorong kemudahan administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha yang bertransaksi melalui sistem elektronik,” kata Rosmauli dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/7).

Pedagang Online Wajib Lapor

Dengan berlakunya PMK 37/2025, setiap marketplace kini wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari total nilai bruto penjualan pedagang.

Tarif ini dapat bersifat final atau tidak final, tergantung pada status dan skema perpajakan pedagang.

Namun, pemungutan pajak tidak dilakukan secara serampangan.

Pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta per tahun dapat dikecualikan dari kewajiban pemungutan, asalkan menyampaikan surat pernyataan resmi kepada platform tempat mereka berjualan.

Baca Juga: Sah! Pemerintah Mulai Pungut Pajak dari Pedagang E-commerce

Selain itu, pedagang diwajibkan menyampaikan beberapa informasi kepada lokapasar, antara lain:

  • NPWP atau NIK,
  • alamat korespondensi usaha,
  • surat pernyataan omzet,
  • serta invoice penjualan yang memenuhi standar data tertentu.

Risiko Jika Abaikan Kewajiban

Rosmauli menegaskan bahwa meskipun terlihat teknis, kelalaian dalam memenuhi kewajiban administrasi ini dapat menimbulkan konsekuensi serius.

Pedagang yang tidak memiliki NPWP, misalnya, akan dikenakan tarif pemungutan dua kali lipat dari tarif normal, yakni menjadi 1 persen dari nilai transaksi.

Sementara itu, jika pedagang tidak menyampaikan invoice atau informasi yang dibutuhkan, maka marketplace tidak dapat melakukan pemungutan pajak secara otomatis, dan pedagang wajib melaporkan dan menyetorkan pajaknya sendiri melalui sistem manual.

Lebih jauh, DJP juga membuka kemungkinan penerapan sanksi administratif jika wajib pajak terlambat atau tidak memenuhi kewajiban pajaknya sebagaimana diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Bukan Pajak Baru, Tapi Cara Baru

DJP menekankan bahwa aturan ini bukanlah penambahan jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian cara pemungutan agar lebih selaras dengan perkembangan sistem perdagangan digital.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI