Ancaman Purnawirawan TNI Duduki MPR Jika Gibran Tak Dimakzulkan, Apakah Termasuk Makar?

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 20:55 WIB
Ancaman Purnawirawan TNI Duduki MPR Jika Gibran Tak Dimakzulkan, Apakah Termasuk Makar?
Forum Purnawirawan Prajurit TNI ancam duduki MPR jika GIbran tidak dimakzulkan.

Kunci untuk memahami pasal ini ada pada dua unsur utama: "niat" (voornemen) dan "permulaan pelaksanaan".

Seseorang tidak bisa dijerat pasal makar hanya karena memiliki pemikiran atau keinginan untuk menggulingkan pemerintah. Harus ada tindakan nyata yang menjadi awal dari pelaksanaan niat tersebut.

Analisis Tindakan "Menduduki MPR"

Sekarang, mari kita letakkan ancaman para purnawirawan dalam kerangka hukum ini. Apakah aksi "menduduki MPR" untuk memaksa pemakzulan Gibran memenuhi unsur-unsur makar?

1. Unsur Niat (Maksud): Menggulingkan Pemerintah?

Pertama, harus dianalisis niat di balik aksi tersebut. Para purnawirawan mungkin akan berdalih bahwa tujuan mereka bukanlah "menggulingkan pemerintah" secara keseluruhan, melainkan hanya menuntut proses konstitusional (pemakzulan) terhadap salah satu pejabatnya, yaitu wakil presiden.

Namun, aparat penegak hukum dapat berargumen sebaliknya. Pemakzulan adalah proses hukum dan politik yang memiliki mekanisme spesifik di dalam konstitusi, yang dimulai dari DPR dan berujung di Mahkamah Konstitusi.

Memaksa proses ini terjadi melalui pendudukan fisik sebuah lembaga negara dapat diartikan sebagai upaya mengganti mekanisme konstitusional dengan kekuatan massa.

Tindakan ini secara esensial adalah upaya untuk menumbangkan atau melumpuhkan jalannya pemerintahan yang sah dan menggantinya dengan kehendak sepihak. Jika niat ini dapat dibuktikan, maka unsur "maksud untuk menggulingkan pemerintah" berpotensi terpenuhi.

Baca Juga: Terungkap! Alasan Prabowo Ngotot Pertahankan Gibran, Jadi Bemper Politik?

2. Unsur Permulaan Pelaksanaan

Ancaman saja belum cukup. Untuk dapat dijerat, harus ada permulaan pelaksanaan. Jika para purnawirawan benar-benar melakukan aksinya—misalnya dengan mengorganisir massa, bergerak menuju kompleks parlemen, dan secara fisik menerobos masuk serta menduduki ruang sidang MPR—maka tindakan tersebut sudah lebih dari sekadar wacana. Aksi itu adalah bentuk nyata dari permulaan pelaksanaan niat mereka.

Pendudukan gedung MPR akan melumpuhkan fungsi legislatif dan konstitusional lembaga tersebut. Dalam skenario ini, tindakan tersebut bukan lagi sekadar unjuk rasa, melainkan sebuah aksi pengambilalihan paksa aset vital negara dengan tujuan politik yang jelas.

Perbedaan dengan Gerakan 1998

Beberapa pihak mungkin akan membandingkan aksi ini dengan gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang juga menduduki gedung DPR/MPR. Namun, konteks hukum dan politiknya sangat berbeda.

Gerakan 1998 terjadi di tengah krisis legitimasi total rezim Orde Baru yang dianggap otoriter. Aksi tersebut mendapatkan dukungan luas dari rakyat sebagai bentuk pembangkangan sipil terhadap rezim yang sudah tidak lagi merepresentasikan kehendak publik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI