Miskalkulasi Politik Jokowi Terkuak: Ilusi Kekuasaan Runtuh, Kini Hadapi Realita Pahit Pasca-Lengser

Jum'at, 18 Juli 2025 | 11:24 WIB
Miskalkulasi Politik Jokowi Terkuak: Ilusi Kekuasaan Runtuh, Kini Hadapi Realita Pahit Pasca-Lengser
Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. [Antara]

"Saat ini, Jokowi menghadapi realita politik di balik ilusi kekuasaan yang tidak menapak tanah," pungkas Yunarto.

Ini adalah pengingat keras bahwa dalam politik, kekuasaan bersifat sementara dan loyalitas adalah mata uang yang rapuh.

PSI Sebagai Sekoci Politik? Sebuah Pertaruhan di Tengah Keterasingan

Di tengah potensi keterasingan politik, spekulasi mengenai Jokowi yang akan berlabuh ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) semakin santer.

Yunarto melihat ini sebagai manuver Jokowi untuk memastikan dirinya tetap memiliki "kendaraan" dan relevansi politik setelah resmi menjadi warga biasa.

"Pernyataan Jokowi yang mengindikasikan akan bergabung dengan PSI dilihat sebagai langkah untuk memiliki kekuatan politik riil setelah tidak lagi menjabat presiden," jelas Yunarto.

Pilihan jatuh ke PSI, sebuah partai non-parlemen, ditengarai karena ketiadaan opsi lain. Partai-partai besar kini sudah sibuk dengan agenda masing-masing, terutama berlomba-lomba mendekati pusat kekuasaan baru, Prabowo Subianto.

Namun, bergabungnya Jokowi ke PSI dinilai belum tentu mampu mendongkrak posisi tawarnya secara signifikan di hadapan Prabowo. Ujian sesungguhnya bagi kekuatan elektoral Jokowi dan Gibran baru akan terlihat pada Pemilu 2029 mendatang.

Warisan di Ujung Tanduk: Legasi vs Manuver Politik Keluarga

Baca Juga: Projo Ngaku Nama Abraham Samad Ikut Disebut-sebut dalam perkara Dugaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Yunarto menyayangkan jika masa pensiun Jokowi dihabiskan untuk terus bermanuver dalam politik praktis demi kepentingan putranya.

Ada kekhawatiran bahwa legasi pembangunan yang telah ia bangun selama dua periode akan tertutup oleh citra seorang politisi yang tak rela melepas panggung.

"Mas Toto menyayangkan jika Jokowi harus menghabiskan masa pensiunnya dengan terus terlibat dalam politik praktis dan mengurusi isu anaknya, bukan dikenang karena legasinya," kata Yunarto.

Fenomena ini menjadi anomali jika dibandingkan dengan presiden-presiden pendahulunya.

"Tren Jokowi yang baru mencari partai setelah selesai menjabat presiden dianggap tidak lazim dibandingkan presiden-presiden sebelumnya yang justru mulai mengurangi peran politik praktis setelah lengser," imbuh Yunarto.

Pada akhirnya, semua mata tertuju pada bagaimana Jokowi akan menavigasi babak barunya, apakah ia mampu memperbaiki miskalkulasi ini atau justru terjebak dalam labirin politik yang ia ciptakan sendiri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI