Kopdes Merah Putih Dinilai Berisiko Jadi Bom Waktu Ekonomi Desa

Selasa, 22 Juli 2025 | 17:15 WIB
Kopdes Merah Putih Dinilai Berisiko Jadi Bom Waktu Ekonomi Desa
Ilustrasi Koperasi Merah Putih. [ChatGPT]

Suara.com - Alih-alih diyakini sebagai mesin pemerataan ekonomi desa, peluncuran 80.081 unit Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih justru mengundang peringatan keras dari lembaga riset ekonomi.

Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut program tersebut berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang dan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi di tingkat desa.

Peneliti Celios, Dyah Ayu, menyatakan bahwa model pembiayaan yang digunakan—yakni pinjaman modal Rp 3 miliar per koperasi dari bank-bank Himbara dengan jaminan dana desa—mengandung risiko sistemik yang tinggi.

Hal itu disampaikan Dyah dalam keterangannya, Senin, 21 Juli 2025.

“Dalam analisis yang dilakukan Celios, diperkirakan ada risiko gagal bayar yang dapat mencapai Rp 85,96 triliun selama enam tahun masa pinjaman, yang sangat membebani pemerintah desa sebagai penanggung jawab,” kata Dyah.

Tak hanya membahayakan desa secara fiskal, skema pembiayaan itu dinilai turut menciptakan potensi kerugian bagi sektor perbankan dalam bentuk biaya kesempatan atau opportunity cost yang sangat besar.

“Biaya kesempatan ini menggambarkan kerugian besar yang ditanggung oleh perbankan karena lebih memilih untuk mendanai koperasi ini alih-alih menempatkan dana mereka pada investasi yang lebih menguntungkan,” ujarnya.

Potensi Efek Balik: PDB Tertekan, Pengangguran Naik

Celios juga memperingatkan bahwa program ini dapat berbalik arah dari tujuan semula yang hendak mendorong pertumbuhan ekonomi desa.

Alih-alih menggenjot PDB dan penyerapan tenaga kerja, pelaksanaan Kopdes Merah Putih justru diprediksi akan menciptakan kontraksi.

Baca Juga: Bikin Prabowo Murka, Siapa 'Vampir Ekonomi' Penganut Mazhab Serakahnomics?

“Proyeksi kami menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp9,85 triliun dan pengurangan pendapatan masyarakat hingga Rp10,21 triliun,” ungkap Dyah.

Yang lebih mengejutkan, program yang diluncurkan Presiden Prabowo itu juga berisiko menimbulkan gelombang pengangguran baru.

“Dampak negatif ini bahkan mencakup penurunan penyerapan tenaga kerja sebesar lebih dari 824.000 orang, yang menunjukkan bahwa kebijakan ini berisiko menciptakan distorsi ekonomi yang lebih besar,” sambungnya.

Kapasitas SDM Jadi Titik Lemah

Celios menyoroti pula aspek fundamental lain yang dinilai belum siap: kapasitas pengelola koperasi itu sendiri.

Banyak dari pengurus Kopdes dinilai belum memiliki keahlian dan pengalaman mengelola dana miliaran rupiah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI