Suara.com - Berbagai kebijakan pendidikan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dinilai terlalu ekslusif. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap lima krisis besar dalam sistem pendidikan di Jawa Barat yang dinilai justru memperburuk kondisi.
Ia menilai, kondisi ini menandai kegagalan fundamental dalam tata kelola pendidikan di provinsi tersebut.
Temuan itudisampaikan JPPI setelah melakukan pemantauan intensif sejak Januari 2024 hingga Juli 2025.
"Fakta-fakta anomali ini bukan sekadar angka, ini adalah tragedi yang kompleks," ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Lima anomali kebijakan Gubernur Jabar temuan JPPI itu di antaranya:
1. Juara Nasional Anak Tidak Sekolah
Dalam laporannya, JPPI menyebut Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) terbanyak secara nasional, yakni 616.080 anak. Jumlah ini jauh melampaui Jawa Tengah (333.152) dan Jawa Timur (332.844). JPPI menilai data ini sebagai bukti kegagalan negara menjangkau dan mempertahankan anak-anak di bangku pendidikan.
2. Episentrum Kekerasan di Sekolah
Kekerasan di lingkungan pendidikan juga menjadi sorotan. Jawa Barat masuk sebagai tiga besar provinsi dengan kasus kekerasan tertinggi, meliputi kekerasan seksual (38%), perundungan (29%), dan kekerasan fisik (22%). Ubaid menyebutkan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. Tapi sekarang justru menjadi arena rawan kekerasan.
Baca Juga: Seret Nama Jokowi, Mahfud MD Sebut Hakim Salah Vonis Tom Lembong 4,5 Tahun Bui: Gak Ada Mens Rea!

3. Sarang Tawuran Pelajar
JPPI mencatat, tawuran pelajar merajalela di 41 desa dan kelurahan di Jawa Barat. Angka ini bahkan melampaui Jakarta (25 kelurahan) dan Sumatera Utara (20 desa/kelurahan).
“Ini bukan lagi kenakalan remaja biasa, melainkan cermin kegagalan pendidikan karakter dan intervensi sosial,” tegas Ubaid.
4. Benteng Intoleransi di Sekolah
Jawa Barat juga dinilai sebagai provinsi dengan kasus intoleransi tertinggi di dunia pendidikan. Masalah yang ditemukan meliputi kekurangan guru agama untuk kelompok minoritas, persekusi, ujaran kebencian, hingga intimidasi terhadap siswa berbeda keyakinan.
5. Skandal Penahanan Ijazah dan Ingkar Janji Pemprov