WNI Jadi Tentara Bayaran Rusia, Kini Minta Balik: Pemerintah Terjebak Dilema?

Kamis, 24 Juli 2025 | 16:39 WIB
WNI Jadi Tentara Bayaran Rusia, Kini Minta Balik: Pemerintah Terjebak Dilema?
Eks Marinir TNI AL Satria Kumbara yang mendedikasikan diri untuk Rusia di Ukraina memohon bantuan pemerintah untuk bisa kembali ke Indonesia. [Tiktok/satria]

Suara.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim menyoroti permohonan mantan prajurit TNI AL yang kini menjadi tentara bayaran Rusia, Satria Kumbara untuk kembali menjadi warga negara Indonesia.

Menurut Dafri, permohonan itu harus dicermati dengan seksama.

Pemerintah Indonesia dituntut untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan permohonan tersebut nantinya.

"Kalau kita begitu saja menerima dia kembali, itu akan menimbulkan spekulasi yang luas di dunia internasional," kata Dafri, Kamis (24/7/2025).

Dafri menuturkan pemerintah perlu melihat lebih luas sebelum memutuskan permohonan kembalinya kewarganegaraan itu.

Selain dari aspek hukum administratif, tak kalah penting perlunya keterlibatan diplomatik dan keamanan nasional.

Sehingga nantinya status dari warga negara benar-benar jelas dan tidak simpang siur.

Terlebih tidak membahayakan keamanan nasional di Indonesia sendiri.

"Saya kira ini harus melibatkan banyak pihak bukan hanya Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga Kementerian Pertahanan, Imigrasi, bahkan intelijen," tegasnya.

Baca Juga: Terima Pulang Eks Marinir Bisa Bikin Indonesia Dicap Lemah, Tapi Kalau Ditolak Melanggar HAM?

"Harus jelas statusnya apa, apakah dia masih di negara lain atau sudah menjadi warga negara lain," imbuhnya.

Tidak sampai di situ, Dafri bilang diperlukan pula evaluasi secara menyeluruh.

Terlebih mengenai Satria Kumbara yang dapat lolos menjadi tentara bayaran di Rusia.

Penolakan terhadap permohonan pindah kewarganegaraan itu, kata Dafri sangat bisa ditolak oleh negara.

Namun memang tetap perlu dilakukan secara bijak.

"Kalau kita menolak, ya bisa saja tapi harus dilakukan dengan cara yang elegan. Dari sisi hukum boleh menolak, tapi dari sisi HAM, itu lain lagi ceritanya. Ini dilema bagi kita," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI