Suara.com - Pernikahan yang dulu diimpikan sebagai akhir bahagia ala negeri dongeng, nyatanya adalah awal dari sebuah perjalanan yang penuh lika-liku.
Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan fenomena guru PPPK yang ramai-ramai menggugat cerai pasangannya. Ini adalah sinyal kuat bahwa perceraian bukan lagi sekadar isu privat, melainkan cerminan dari masalah sosial yang lebih dalam.
Angka perceraian yang terus menanjak bukan terjadi tiba-tiba. Di baliknya, ada serangkaian bom waktu yang telah ditanam jauh-jauh hari.
Lupakan sejenak drama perselingkuhan yang sering jadi sorotan utama. Kenyataannya, ada akar masalah yang lebih fundamental dan seringkali diabaikan hingga akhirnya meledak.
Berikut adalah 5 penyebab utama gugat cerai di era modern yang perlu kamu kenali, baik untuk introspeksi atau sekadar membuka mata.
1. Komunikasi yang Mati Suri
Ini adalah pembunuh senyap nomor satu dalam setiap hubungan. Komunikasi yang mati bukan berarti pasangan berhenti bicara. Justru sebaliknya, percakapan mungkin masih ada, tapi isinya kosong, penuh sarkasme, atau hanya sebatas basa-basi logistik ("Sudah makan? Anak sudah tidur?").
Ketika pasangan tidak lagi bisa menjadi tempat aman untuk berkeluh kesah, berbagi mimpi, atau sekadar menjadi 'bodoh' bersama, maka mereka mulai hidup sebagai dua orang asing di bawah satu atap. Perasaan didengar dan dipahami hilang, digantikan oleh asumsi dan kesalahpahaman yang menumpuk.
2. Masalah Keuangan, Lebih dari Sekadar Kurang Uang
Uang seringkali menjadi topik sensitif, namun masalahnya jauh lebih kompleks dari sekadar "siapa cari uang lebih banyak". Konflik finansial modern bisa berupa perbedaan Gaya Hidup Finansial.
Baca Juga: Ketika SK PPPK Jadi Tiket Cerai, Puluhan ASN Ramai-ramai Gugat Cerai Suami
Seperti satu pihak hobi menabung untuk masa depan, sementara pasangannya hidup dari gaji ke gaji untuk tren terbaru.
Utang Tersembunyi Pasangan yang diam-diam terlilit pinjaman online atau utang kartu kredit tanpa sepengetahuan lainnya.
Serta ketidakjujuran Finansial atau tidak transparan soal pemasukan, pengeluaran, atau aset.
Tidak Adanya Tujuan Keuangan Bersama artinya tidak ada rencana bersama untuk membeli rumah, dana pendidikan anak, atau dana pensiun.
Ketidaksepakatan dalam mengelola finansial menciptakan jurang ketidakpercayaan yang sulit untuk diperbaiki.
3. Perselingkuhan Puncak dari Gunung Es