Ia merujuk pada pengakuan Saeful Bahri di persidangan bahwa skenario suap adalah inisiatifnya bersama Donny Tri Istiqomah, tanpa arahan dari Hasto.
"Bagaimana mungkin tindakan bawahan yang tidak bisa dikontrol kemudian dipertanggungjawabkan seolah-olah itu semua adalah kesalahan atasan?" tanyanya.
Inkonsistensi Hakim: Tim hukum menyoroti ketidakkonsistenan hakim dalam menilai saksi.
Sementara di satu sisi, hakim meragukan keterangan Saeful Bahri, namun di sisi lain, hakim mengambil potongan keterangan yang sama untuk memberatkan Hasto.
3. Pelanggaran Prinsip Hukum Acara dan Hak Asasi Manusia
Terakhir, Febri menyoroti beberapa prinsip hukum fundamental yang diakui namun diabaikan dalam putusan akhir.
Hak untuk Tidak Memberatkan Diri Sendiri: Tim hukum bersyukur hakim mengakui asas non-self-incrimination, di mana seseorang berhak untuk tidak dijerat atas pernyataan atau tindakannya sendiri.
Pelanggaran Due Process of Law: Febri menyebut hakim sebenarnya mengakui adanya pelanggaran prinsip peradilan yang adil (due process of law) selama proses penyidikan.
"Kami harap ini bisa menjadi masukan. Untuk mencapai peradilan yang adil, prinsip penghargaan hak asasi manusia terhadap tersangka dan terdakwa harus seimbang," jelasnya.
Baca Juga: Misteri Hakim Bermasker di Vonis Hasto Terjawab: Trauma Covid dan Polusi Jakarta Jadi Alasan
Menutup pernyataannya, Febri menyimpulkan bahwa ada persoalan serius dalam pertimbangan hukum hakim, terutama pada lima poin terkait vonis suap.
"Dari sembilan catatan tersebut, kami menilai ada persoalan serius dalam pertimbangan hukum ini, meskipun sekali lagi kami tegaskan secara profesional tentu kita wajib menghargai institusi peradilan ini,” katanya.