Suara.com - Tabir misteri yang menyelimuti kematian diplomat muda, Arya Daru Pangayunan (39), mulai tersingkap. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) secara mengejutkan mengungkap bahwa kematian korban yang kepalanya terlilit lakban ini bukan disebabkan oleh pembunuhan.
Menurut Kompolnas, motifnya pun disebut-sebut berkaitan dengan sebuah rahasia pribadi antara korban dengan istri dan keluarganya.
Ketua Harian Kompolnas, Arief Wicaksono Sudiotomo, menegaskan bahwa dari serangkaian bukti yang dikumpulkan, tidak ada unsur pidana yang ditemukan.
"Kalau dari bukti awal, olah TKP, penelusuran secara digital evidence dari 20 titik tadi (CCTV), 15 saksi, itu belum ada mengarah ke pidana," kata Arief dalam wawancara Kompas TV, Minggu (27/7/2025).
Arief membeberkan sejumlah bukti kuat yang mematahkan dugaan pembunuhan. Pertama, pintu kamar indekos korban terkunci dari dalam menggunakan kunci slot yang mustahil dioperasikan dari luar.
"Jadi tidak ada orang lain yang bisa masuk dan keluar ketika itu sudah dislot dari dalam," katanya.
Kedua, hasil olah TKP tidak menemukan jejak orang lain di dalam kamar.
"Dalam kamar tersebut sudah dilaksanakana olah TKP tidak ditemukan sidik jari lain daripada almarhum, begitu juga DNA. Itu bisa dipastikan," kata purnawirawan jenderal bintang dua ini.
Lantas, apa yang memicu tragedi ini? Arief memberi sinyal bahwa motifnya sangat personal dan sensitif, melibatkan hubungan korban dengan istri dan keluarganya.
Baca Juga: Tas Diplomat Arya Ditemukan di Rooftop Kemlu: Isinya Ada Baju Baru, Obat hingga Surat Rawat Jalan
"Nah motif ini karena menyangkut privasi daripada korban dengan keluarga, kami serahkan pada penyidik karena itu menjadi ranah penyidik," ucap Arief.
Meski Kompolnas sudah mengetahui motifnya, mereka memilih untuk tidak membeberkannya ke publik dan menyerahkan pengumuman resminya kepada Polda Metro Jaya yang dijadwalkan pada Senin (28/7/2025).
Sementara itu, Mantan Kabareskrim Susno Duadji menyoroti satu bukti kunci yang paling penting dalam kasus ini yakni kesaksian sang istri.
Menurutnya, percakapan terakhir antara korban dan istrinya di malam nahas itu akan menjadi penentu segalanya.
"Bagaimana keterangan istri, kenapa sampai resah benar malam itu sampai pokoknya harus dilihat. Apa pembicaraan terakhir? apakah ada something dalam pembicaraan. Itu mungkin tidak dipublikasi," kata Susno Duadji.