Watu Togok bukanlah spot wisata biasa.
Lokasinya yang tersembunyi di balik bukit sisi timur Pantai Siung menjadikannya area yang terisolasi.
Tebingnya yang curam dan langsung berhadapan dengan ombak ganas Samudra Hindia membuatnya mendapat status 'terlarang untuk dijamah'.
Bagi sebagian orang, tempat seperti ini memancarkan daya tarik yang fatal.
Keindahan yang ekstrem dan bahaya yang nyata bisa menjadi sebuah panggilan bagi jiwa yang sedang rapuh.
Keinginan Azka untuk mencapai Watu Togok, meski sudah dilarang keras, menimbulkan dugaan yang lebih suram.
Apakah ini sebuah pencarian adrenalin, atau sebuah cara untuk menemukan 'kedamaian' dengan cara yang paling final?
'Healing' atau Panggilan Putus Asa? Membedah Sisi Psikologis
Di kalangan generasi milenial dan anak muda, 'healing' ke alam telah menjadi tren untuk melepas penat. Namun, kasus Azka memaksa kita untuk bertanya: kapan 'healing' menjadi topeng dari sebuah keputusasaan?
Baca Juga: BRAAAKKK Bus Persib Bandung Kecelakaan di Thailand, Ini Kronologisnya
Tindakan meninggalkan semua identitas dan barang berharga, serta kegigihan untuk mendatangi lokasi berbahaya, adalah pola yang seringkali diasosiasikan dengan niat untuk mengakhiri hidup.
Seseorang yang berada dalam tekanan mental hebat mungkin tidak lagi melihat bahaya sebagai sesuatu yang harus dihindari, melainkan sebagai jalan keluar.
Wilayah Gunungkidul sendiri pernah mencatat kejadian serupa, di mana individu memilih tebing pantai sebagai lokasi untuk tindakan bunuh diri.
Fenomena ini menggarisbawahi bahwa tempat-tempat indah yang sunyi bisa menjadi pilihan bagi mereka yang merasa sudah tidak memiliki harapan.
Keinginan Azka untuk menyatu dengan alam di titik paling berbahaya bisa jadi merupakan manifestasi dari keinginan untuk menghilang dari tekanan hidup yang dirasanya terlalu berat.
Pelajaran dari Siung: Waspada dan Peduli