Suara.com - Fenomena sound horeg, yakni alunan musik keras yang biasa diputar lewat speaker aktif dalam berbagai acara seperti hajatan, konvoi motor, hingga komunitas anak muda, tengah menjadi sorotan publik.
Tak hanya memicu gangguan ketertiban umum, sound horeg juga menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, termasuk dalam pandangan hukum Islam.
Sejumlah ulama dan tokoh agama menyuarakan kekhawatiran terhadap maraknya budaya sound horeg yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai syariat.
Terlebih, musik yang diputar kerap mengandung lirik tidak senonoh, irama yang memabukkan, hingga mengganggu kekhusyukan ibadah.
![Kolase sound horeg India (jordar) [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/28/19634-kolase-sound-horeg-india.jpg)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri pernah menyinggung persoalan ini dalam beberapa forum keagamaan.
MUI menegaskan bahwa penggunaan sound horeg, yakni sistem pengeras suara berdaya besar yang biasa digunakan dalam hajatan, konvoi, atau acara karnaval desa telah dinyatakan haram oleh MUI Jawa Timur karena mengandung unsur mudarat yang nyata.
Hal ini turut dikuatkan oleh pernyataan Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat, Asrorun Ni’am, yang menyebut bahwa keputusan tersebut telah melalui kajian mendalam.
“Dari hasil penelaahan itu, terbukti bahwa kemampuan orang untuk mendengar itu melebihi dari apa yang terdengar melalui sound horeg itu,” ujar Asrorun kepada awak media di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (26/7/2025).
Ia menambahkan bahwa suara yang dihasilkan oleh sound horeg terbukti berdampak nyata terhadap kesehatan manusia.
Baca Juga: Sedang Viral! Ternyata Segini Biaya Sewa Sound Horeg Sekali Hajatan
“Artinya, kekuatan suara yang dikeluarkan oleh sound horeg itu berdampak nyata terkait dengan kesehatan seseorang,” imbuhnya.
Sound Horeg dan Syariat Islam
Dalam pandangan fikih, para ulama berbeda pendapat soal musik. Namun mayoritas sepakat bahwa musik yang mendorong pada maksiat dan perbuatan sia-sia, hukumnya haram. Pendapat ini diperkuat oleh dalil dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surah Luqman ayat 6:
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan..."
(QS. Luqman: 6)
Menurut sebagian tafsir, “perkataan yang tidak berguna” ini ditafsirkan oleh beberapa sahabat Nabi seperti Ibnu Mas'ud sebagai musik atau nyanyian yang melalaikan.
Dampak Sosial dan Etika Bermusik
Selain persoalan hukum agama, sound horeg juga menimbulkan dampak sosial. Suara keras dari speaker portabel yang biasa dibawa dalam komunitas motor atau diputar tengah malam mengganggu ketenangan warga.
Banyak yang merasa terganggu karena suara bising tersebut masuk hingga ke dalam rumah, bahkan ke tempat ibadah.
Dalam Islam, menjaga hak tetangga, ketenangan umum, dan tidak menyakiti orang lain adalah bagian dari akhlak yang ditekankan Nabi Muhammad SAW. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia tidak menyakiti tetangganya.”
Dengan demikian, memainkan sound horeg yang mengganggu warga sekitar termasuk dalam perbuatan menyakiti yang tidak dibenarkan dalam Islam.
Hukum Sound Horeg Menurut Islam
Berdasarkan dalil-dalil syar’i dan pandangan para ulama:
- Jika sound horeg mengandung unsur maksiat (lirik porno, provokatif, atau musik keras berlebihan), maka haram didengarkan maupun diputar.
- Jika mengganggu lingkungan dan merusak ketertiban umum, termasuk hak tetangga, maka hukumnya juga terlarang.
- Musik yang lembut dan tidak melanggar syariat, dalam beberapa pandangan ulama, diperbolehkan selama tidak melalaikan.
Umat Islam dianjurkan untuk lebih bijak dalam memilih hiburan dan tidak menjadikan musik sebagai pelarian dari nilai-nilai agama.
Para orang tua, guru, dan tokoh agama juga diimbau untuk memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga adab dan moralitas, termasuk dalam hal mendengarkan musik.