Suara.com - Menteri Transmigrasi, M. Iftitah Sulaiman Suyanegara menanggapi adanya penolakan program transmigrasi yang ada di Kalimantan Barat.
Penolakan itu sebelumnya dilakukan oleh Aliansi Kalimantan Barat Menggugat (AKBM) yang turun ke jalan di Pontianak pada Senin (21/7/2025) lalu.
Penolakan itu lantaran ada empat lokasi di Kalbar yang termasuk dalam Kawasan transmigrasi prioritas dalam Sistem Informasi Peta Terpadu Kawasan Transmigrasi (Sipukat).
Menanggapi penolakan tersebut, Iftitah meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait hal tersebut.
Dia menjamin jika program transmigrasi tidak akan dilakukan jika tidak ada permintaan dari pemerintah daerah setempat.
Sehingga dalam kasus di Kalbar, Pemprov Kalbar yang berhak meminta atau tidak meminta adanya transmigrasi.
“Seperti yang tadi saya sampaikan bahwa tidak perlu khawatir kepada seluruh masyarakat akan adanya pendatang. Jika tidak diminta oleh pemerintah daerah setempat, tidak mungkin ada pendatang,” ujar Iftitah saat ditemui dalam Rapat Kerja Kementerian Transmigrasi di Kawasan Kuta, Kabupaten Badung, Senin (28/7/2025).
Selain itu, Iftitah juga melakukan klarifikasi jika saat ini pihaknya masih melakukan penataan dan pemindahan data situs web dari Kementerian Desa menuju Kementerian Transmigrasi.
Hal tersebut lantaran Transmigrasi masih tergabung dalam Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal pada kabinet sebelumnya.
Baca Juga: Wamen Rangkap Komisaris, Mentrans Sebut 'Tiru Singapura': Agar Tak Ada Alasan Cari Sesuap Nasi Haram
Pemindahan yang belum sepenuhnya rampung itu menyebabkan masyarakat sebelumnya masih bisa memasukkan tujuan daerah yang saat ini tidak menerima transmigran.
“Saya paham bahwa ada beberapa memang masyarakat ribuan bahkan yang mendaftar di situs ini yang sedang kami tata kembali, waktu itu masih di situs Kemendesa,” tuturnya.
“Ini sedang kami pindahkan servernya yang dari Kemendesa ke Kemen Transmigrasi makanya kami tutup untuk sementara waktu, kami sedang tata,” papar purnawirawan TNI AD itu.
Dia menjamin hal tersebut karena terdapat perubahan pada tata cara pengiriman penduduk ke daerah tertentu.
Dia memaparkan jika pemerintah menerapkan metode Kerja Sama Antar Daerah (KSAD) yang mengharuskan adanya permohonan dari suatu daerah terhadap transmigran.
Bahkan permohonan tersebut juga bisa spesifik jika diminta transmigran dari daerah tertentu.
Selain itu, program transmigrasi juga tetap menjamin komposisi penduduk suatu daerah tetap didominasi oleh penduduk lokal.
Sedangkan, transmigran di sebuah daerah hanya sejumlah 30 persen.
“Misalkan ya dari Sulawesi Barat meminta (transmigran) dari satu daerah X di Jawa, satu daerah X di Sumatera, satu daerah X di Kalimantan, satu daerah X di Papua, itu bisa nanti kerja sama,” ungkapnya.
“Jadi tidak perlu khawatir terkait dengan hal itu dan seperti tadi saya sampaikan yang sudah melakukan kerja sama tahun ini, itu adalah antara dari Banten dengan Sulawesi Barat,” tambah dia.
Seperti yang dikutip dari suara.com, AKMB melakukan aksi penolakan terhadap transmigrant ke Kantor DPRD Provinsi Kalbar, Kantor Gubernur, dan Mapolda Kalbar.
Koordinator aksi tersebut, Endro Ronianus menjelaskan jika aksi tersebut menunjukkan keresahan masyarakat lokal terhadap program transmigrasi yang dikhawatirkan akan merampas tanah dan keberlangsungan hidup mereka.
Tuntutan aksi tersebut adalah agar pemerintah membatalkan rencana tersebut dan agar lebih fokus pada kesejahteraan masyarakat Kalbar.
Selain peserta aksi, Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus juga turut memberikan suaranya untuk menolak program transmigrasi di wilayahnya.
Dia menyampaikan jika warga Kalbar sendiri masih banyak yang belum memiliki rumah dan biaya hidup.
“Daripada kita kasih rumah untuk warga luar, kemudian kasih biaya hidup, sementara warga Kalbar masih belum punya lahan, rumah, dan biaya hidup. Kenapa tidak mereka saja yang dikasih?” kata Krisantus di Sintang, Kalbar.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda