Suara.com - Pembubaran kegiatan dan perusakan rumah doa umat Kristen dari Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), disesalkan dan dikecam banyak pihak.
Peneliti Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Sahid Hadi menyebutkan, peristiwa itu merupakan bentuk kegagalan pemerintah daerah setempat.
"Pemerintah daerah gagal melindungi dan memenuhi kebebasan beragama warga minoritas," kata Sahid dalam keterangan tertulisnya, Selasa 29 Juli 2025.
Sahid mengatakan kebijakan yang selama ini diterapkan pemerintah daerah tidak mampu menciptakan kerukunan di masyarakat.
"Regulasi, kebijakan, dan program di level pemerintah daerah selama ini berarti tidak mampu merekayasa kehidupan masyarakat yang saling menghormati keragaman dalam kesetaraan," ujarnya.
Dirinya mengatakan pembubaran dan perusakan yang dilakukan oleh sekelompok orang telah melecehkan hak asasi manusia.
"Peristiwa ini harus direspons pemerintah daerah dalam upaya memulihkan hak jemaat atas kebebasan beragama," ucapnya.
Meskipun saat ini pemerintah daerah dan aparat kepolisian telah mengambil langkah mediasi, langkah ini tidak boleh dilakukan untuk menekan jemaat.
Hal ini akan berdampak pada keraguan atau ketidakleluasaan mereka dalam memanifestasikan kepercayaannya atau melakukan pembinaan iman jemaat di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut pihak kepolisian menghukum pelaku yang melakukan aksi kekerasan kepada jemaat.
Pemkot Padang juga perlu memastikan para korban mendapatkan pemulihan hak, tidak hanya dari kekerasan fisik maupun psikis, namun juga dari gangguan terhadap kebebasan beragama.
"Mendorong Pemerintah Kota Padang untuk membuat mekanisme/sistem damai untuk memelihara toleransi antar umat beragama dan memastikan tindakan intoleransi tidak terulang kembali," katanya.