Suara.com - Meskipun Polda Metro Jaya telah menutup buku kasus kematian diplomat Arya Daru (ADP) dengan kesimpulan sebagai tindakan bunuh diri, namun keluarga menolak untuk menerima.
Bagi mereka, vonis tersebut terasa janggal dan menyisakan terlalu banyak keraguan.
Penolakan keras mereka membuka kembali sederet keraguan yang membuat publik ikut bertanya-tanya.
Berikut adalah 3 keraguan besar yang menjadi dasar penolakan keluarga dan membuat misteri ini belum benar-benar tuntas.
Meta Bagus, kakak ipar Arya Daru, saat ditemui di rumah duka di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, memilih untuk tidak mengomentari secara mendalam isi email tersebut.
1. Paradoks Kepribadian
Ini adalah kejanggalan terbesar dari sisi psikologis. Keluarga secara konsisten menggambarkan ADP sebagai sosok yang sangat dekat dengan keluarga dan penuh semangat.
Gambaran ini sangat kontras dan sulit disatukan dengan narasi kepolisian tentang seorang pria yang begitu putus asa hingga menghabiskan 86 menit mencoba bunuh diri di kantornya.
Bagaimana bisa seorang yang dikenal periang tiba-tiba mengambil keputusan sefatal itu?
Baca Juga: 5 Kejanggalan Ini Bikin Keluarga Tolak Mentah-mentah Vonis Bunuh Diri Arya Daru
2. Ketiadaan Motif yang Jelas dan Terungkap
Hingga akhir, tidak pernah ada penjelasan memuaskan mengenai "mengapa". Namun tertuju ialah mengenai permasalahan mental yang belakangan disebut dialami.
Tanpa motif yang kuat—baik itu masalah personal, profesional, atau finansial yang terungkap ke publik—kesimpulan bunuh diri akan selalu terasa menggantung.
Ketiadaan motif ini menyisakan ruang kosong yang kini diisi oleh keraguan keluarga dan spekulasi lain dari publik.
3. 'Kotak Hitam' yang Lenyap: Misteri Ponsel yang Hilang
Ini adalah kejanggalan fisik yang paling nyata.
Dalam kasus yang semua buktinya mengarah pada tindakan "seorang diri", bagaimana mungkin ponsel pribadi korban bisa lenyap?
Di mana ponsel ini adalah saksi digital paling krusial yang bisa berisi chat, lokasi, dan riwayat browser terakhir.
Ketiadaannya adalah anomali yang belum terpecahkan dan menjadi bahan bakar utama bagi keraguan keluarga.
Menurut Meta, beban kerja adalah konsekuensi logis dari setiap profesi, dan Arya tidak pernah menunjukkannya secara berlebihan.
"Nah terkait dengan beban kerja, perlu kami sampaikan juga bahwa namanya orang bekerja itu pasti ada beban. Dan kan pasti ada juga berbagai macam halnya," tuturnya. "Hanya saja sepemahaman dan sepengamatan kami terhadap Daru itu sampai sejauh ini tidak pernah menceritakan beban-beban berat yang ada, kurang lebih seperti itu," imbuhnya.
Citra yang dibangun keluarga adalah sosok Arya yang memiliki support system yang kuat, terutama dari sang istri. Hubungan keduanya digambarkan sangat sehat, terbuka, dan suportif dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
"Memang segala sesuatu itu didiskusikan, dikomunikasikan antara suami dan istri ini dengan cukup baik," ucapnya.