Kasus Perceraian di Jatim Capai 79 Ribu, Kebanyakan Diajukan Perempuan Akibat Masalah Ekonomi

Jum'at, 01 Agustus 2025 | 07:00 WIB
Kasus Perceraian di Jatim Capai 79 Ribu, Kebanyakan Diajukan Perempuan Akibat Masalah Ekonomi
Ilustrasi perceraian. Kasus perceraian di Jawa Timur tercatat masih tinggi dalam tiga tahun terakhir.(Unsplash/Elnur)

Suara.com - Kasus perceraian di Jawa Timur tercatat masih tinggi dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, terdapat 79.270 kasus perceraian pada 2023. Kemudian naik menjadi 79.309 kasus pada 2024, dan 38.087 kasus hanya dalam enam bulan pertama 2025.

Mayoritas gugatan diajukan oleh pihak perempuan.

Tak hanya angka perceraian, kejadian dispensasi kawin di Jawa Timur juga makin tinggi.

Gubernur Jawa Timjr Khofifah Indar Parawansa menyebutka kalau kejadian itu menunjukkan urgensi penguatan ketahanan keluarga dan edukasi sejak dini.

“Masa depan Jawa Timur tidak hanya ditentukan oleh kekuatan ekonomi, tetapi juga oleh cara kita memperlakukan perempuan dan anak-anak hari ini," kata Khofifah dalam keterangannya saat menghadiri penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan pemerintah daerah di Jawa Timur, Rabu (31/7/2025).

Tingginya pengajuan cerai yang dilakukan oleh pihak perempuan itu menunjukkan kerentanan sosial dan ekonomi yang masih tinggi.

Sementara itu, angka dispensasi kawin tercatat masih signifikan meski menurun, yakni 8.753 kasus pada 2024, mayoritas melibatkan anak perempuan.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyoroti kerentanan bagi perempuan dan anak yang terlibat pada proses persidangan dalam kasus apa pun.

“Banyak perempuan dan anak korban kekerasan yang menghadapi tekanan psikologis berlapis saat memasuki proses peradilan. Oleh karena itu, kerja sama lintas lembaga ini menjadi langkah penting dalam menghadirkan keadilan yang berpihak pada korban,” ujarnya.

Baca Juga: Ketua KPK Ungkap Alasan Periksa Khofifah di Polda Jatim: Sekalian Kasus Lamongan

Momentum tersebut menjadi ajang bagi Menteri PPPA untuk menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor, bertepatan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan jajaran pemerintah daerah di Jawa Timur.

“Salah satu fokus utama dari kerja sama ini adalah memastikan tersedianya tenaga paralegal yang profesional, terlatih, dan memiliki perspektif gender serta hak anak," katanya.

Menteri PPPA juga menekankan pentingnya menciptakan ekosistem perlindungan yang tidak hanya berbasis hukum, tetapi juga berbasis layanan yang inklusif, edukatif, dan berbasis komunitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI