Suara.com - Di saat banyak anak muda sebayanya sibuk dengan tren terbaru atau nongkrong di kafe hits Jakarta, empat pelajar dari dua sekolah internasional bergengsi memilih jalan yang berbeda.
Mereka menanggalkan kenyamanan kota untuk menyelami kehidupan Suku Baduy, sebuah komunitas adat yang teguh memegang tradisi di pedalaman Banten.
Keempat pelajar ini adalah Christopher Thomas Widjaja, Ethan Setiawan, Johan Hadywibowo, dan Kate Tiffany Dirga—masing-masing dari ACS Jakarta dan Jakarta Intercultural School.
Mereka membagi tanggung jawab secara kolaboratif: Christopher menangani keuangan proyek, Ethan memimpin program edukasi kesehatan dan literasi, Johan mengelola aktivitas lapangan, dan Kate merangkul peran lintas sektor untuk menyatukan seluruh elemen proyek.
Bagi mereka, esensi proyek ini adalah pertukaran, bukan pemberian sepihak.
“Roots of Baduy bukan tentang kami yang memberi, tetapi tentang kami yang menerima kesempatan untuk belajar langsung dari akar budaya Indonesia,” ujar Kate Tiffany Dirga, yang juga mendokumentasikan setiap momen berharga proyek ini.
Mereka tinggal bersama warga, merasakan langsung bagaimana rasanya menenun kain, bertani tanpa mesin, dan hidup harmonis dengan alam tanpa sentuhan teknologi. Pendekatan ini memastikan setiap program yang mereka rancang benar-benar lahir dari kebutuhan nyata komunitas.
“Kami ingin semua keputusan didasarkan pada pemahaman, bukan asumsi,” ujar Ethan Setiawan, yang memimpin inisiatif edukasi sanitasi dan pengecekan kesehatan.
Gerakan mereka tidak berhenti di tataran ide. Pada 13 April 2025, mereka turun ke jalan saat Car Free Day di Jakarta, bukan untuk bersantai, melainkan untuk menggalang dana.
Baca Juga: Tiga Taman di Blok M Digabung, Pramono Ganti Nama Jadi Taman Bendera Pusaka
Dengan menjual madu hutan dan kain tenun asli Baduy, mereka berhasil mengumpulkan dana yang seluruhnya didedikasikan untuk layanan kesehatan gratis bagi warga.
![Iustrasi Seba Baduy- Sejumlah warga Baduy Dalam dan Baduy Luar berjalan menuju kota Rangkasbitung di Lebak, Banten. [ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/02/77663-tradisi-seba-baduy.jpg)
“Pengelolaan dana yang transparan menjadi prioritas kami,” ujar Christopher Thomas Widjaja, menegaskan integritas proyek mereka.
Hasilnya nyata. Bekerja sama dengan PT. Sumber Mineral Global Abadi, mereka sukses membangun Gubuk Pintar sebagai pusat belajar anak-anak dan fasilitas toilet umum yang bersih dan layak—sebuah fasilitas krusial yang diresmikan pada 8 Mei 2025.
Dukungan juga datang dari program CSR Bank Index yang membantu mendanai layanan pemeriksaan kesehatan gratis.
“Kegiatan kami di lapangan berangkat dari kepercayaan warga. Kami bekerja bersama, bukan untuk mereka, tetapi dengan mereka,” tambah Johan Hadywibowo.
Untuk memastikan dampak yang berkelanjutan, Roots of Baduy juga fokus pada pemberdayaan ekonomi. Mereka membantu memasarkan produk kerajinan Baduy melalui platform Tokopedia, membuka booth di acara bergengsi seperti Literacy Week di Playhouse Academy, hingga menjalin kemitraan dengan restoran Sudestada.
Langkah ini membuka akses pasar bagi warga tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional mereka.
Tidak hanya untuk orang dewasa, anak-anak Baduy juga menjadi fokus utama. Pada 5 Juli 2025, mereka meresmikan perpustakaan mini dan mengadakan workshop seni menggunakan bahan alam, memberikan ruang bagi anak-anak untuk berkreasi, berekspresi, dan memperluas imajinasi mereka.
“Bagi anak-anak, hal kecil seperti potong rambut bisa membawa rasa percaya diri yang besar,” kata Johan.