Suara.com - Sebuah janji ambisius datang dari pucuk pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN).
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengklaim bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) kelak akan mencetak generasi dengan tinggi badan minimal 180 cm.
Sebuah visi yang terdengar indah untuk masa depan Indonesia Emas, namun sontak memicu perdebatan: apakah ini target yang realistis atau sekadar utopia yang mengabaikan carut-marut implementasi di lapangan?
Niat baik untuk mengentaskan stunting dan memperbaiki gizi anak bangsa tentu patut diapresiasi.
Namun, janji setinggi 180 cm ini terasa kontras dengan realita yang terjadi, memunculkan pertanyaan kritis bagi kita, terutama generasi milenial dan anak muda yang peduli akan masa depan bangsa.
Ambisi 180 Cm: Benarkah Gizi Saja Cukup?
Dalam pernyataannya di Bangkalan, Dadan dengan optimis menyebut intervensi gizi pada rentang usia 12 hingga 16 tahun sebagai kunci.
"Kalau kita tidak intervensi sekarang, maka tubuhnya saya perkirakan rata-rata hanya 160-165 cm, tapi ketika ada makan bergizi, nanti tubuhnya minimal 180 cm," kata dia dikutip Minggu (3/8/2025).
Ia bahkan mencontohkan kedua putranya yang bertubuh jangkung karena asupan susu rutin.
Baca Juga: Merangkul Perempuan dan Merawat Generasi Muda, Kiprah CIMB Niaga untuk Misi Keberlanjutan
"Jadi tinggi badan bukan cuma masalah genetik, tapi juga asupan gizi yang cukup dan seimbang," tambahnya.
Tidak ada yang menampik bahwa nutrisi adalah fondasi utama pertumbuhan.
Namun, para ahli kesehatan sepakat bahwa tinggi badan merupakan hasil interaksi kompleks antara tiga faktor utama: genetik, nutrisi, dan hormon.
Mengklaim MBG sebagai satu-satunya tiket menuju tinggi 180 cm terasa menyederhanakan masalah dan berisiko menciptakan ekspektasi yang tidak realistis di tengah masyarakat.
Faktor genetik orang tua tetap menjadi cetak biru utama yang tidak bisa diabaikan.

Ironi di Lapangan: Antara Janji Gizi dan Ancaman Keracunan
Di sinilah letak persoalan utamanya. Visi besar setinggi 180 cm menjadi ironis ketika kita melihat pelaksanaan program yang masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Alih-alih berfokus pada hasil akhir yang fantastis, evaluasi mendalam terhadap proses penyelenggaraan MBG justru lebih mendesak.
Beberapa catatan kritis yang perlu menjadi perhatian serius antara lain:
Standar Menu yang Belum Merata: Apa definisi "makan bergizi" di lapangan? Apakah menu yang disajikan di Sabang memiliki standar gizi, kebersihan, dan variasi yang sama dengan di Merauke?
Tanpa standar operasional prosedur (SOP) yang ketat dan terawasi, label 'bergizi' bisa menjadi sekadar formalitas.
Pengawasan Keamanan Pangan yang Lemah: Kasus dugaan keracunan massal yang menimpa puluhan siswa sekolah dasar di Kulon Progo, DIY, setelah menyantap makanan program serupa beberapa waktu lalu adalah alarm bahaya.
Bagaimana mungkin program yang bertujuan menyehatkan justru berbalik mengancam keselamatan anak?
Ini menunjukkan pengawasan terhadap proses memasak, kebersihan bahan baku, dan distribusi masih sangat lemah.
Logistik dan Keterlibatan Lokal: Program berskala nasional ini sangat bergantung pada rantai pasok yang efisien.
Keterlambatan distribusi bahan baku atau penggunaan bahan yang tidak segar dapat menurunkan kualitas gizi secara drastis.
Pelibatan UMKM dan petani lokal memang baik, namun apakah mereka sudah dibekali pengetahuan yang cukup tentang standar higienitas dan gizi?
Fokus pada Fondasi, Bukan Sekadar Visi
Klaim tinggi badan 180 cm dari program MBG adalah sebuah narasi yang kuat, namun bisa menjadi bumerang jika fondasi pelaksanaannya rapuh.
Alih-alih terbuai dengan janji hasil akhir, pemerintah seharusnya memprioritaskan perbaikan fundamental: memastikan setiap makanan yang sampai ke piring anak-anak aman, bersih, dan benar-benar bergizi sesuai standar.
Mengentaskan stunting adalah maraton, bukan sprint.
Tujuannya adalah generasi yang sehat dan cerdas, bukan sekadar tinggi badan yang menjulang.
Tanpa pembenahan serius pada aspek pengawasan, keamanan pangan, dan standardisasi menu, janji 180 cm hanya akan menjadi menara gading yang indah dipandang namun mustahil untuk dicapai.