Suara.com - Palu keadilan telah diketuk, namun gema keraguannya justru semakin keras terdengar.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong tidak hanya membebaskannya dari status terpidana, tetapi juga secara otomatis menyalakan kembali sorotan publik ke "hantu" yang menghantui vonisnya yakni lonjakan kekayaan fantastis salah satu hakim yang mengadilinya, Dennie Arsan Fatrika.
Kini, setelah Tom Lembong dinyatakan tidak bersalah oleh keputusan tertinggi negara, pertanyaan publik semakin tajam yakni jika vonisnya dianggap bermasalah, bagaimana dengan integritas hakim di baliknya, terutama dengan anomali harta yang meroket lebih dari 2.100%?
Pemberian pemberian abolisi kepada Tom Lembong menandakan adanya pertimbangan serius bahwa proses hukum yang ia jalani, dari penyelidikan hingga putusan, mengandung masalah fundamental.
Keputusan ini secara tidak langsung memvalidasi keraguan yang selama ini disuarakan tim hukum Tom Lembong.
Salah satu keraguan terbesar mereka tertuju pada lonjakan harta Hakim Dennie Arsan Fatrika, yang mereka laporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Bawas Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu.
Mengurai Kembali Angka Fantastis: Dari Rp192 Juta Menjadi Rp4,3 Miliar
Mari kita lihat kembali data LHKPN Hakim Dennie yang menjadi pusat kontroversi.
Angka-angka ini kembali menjadi viral di media sosial pasca-abolisi Tom Lembong, seolah menjadi bukti adanya "sesuatu yang salah" dalam kasus ini.
Baca Juga: Terungkap! Ini Isi Lengkap Keppres Prabowo yang Hentikan Semua Proses Hukum Tom Lembong
Berikut LHKPN 2021: Total kekayaan hanya Rp 192,8 juta sedangkan LHKPN 2023 yang merupakan total kekayaan meroket menjadi Rp 4,38 miliar.
Dengan jumlah itu, artinya dalam rentang waktu dua tahun di mana ia ikut menangani kasus besar seperti kasus Tom Lembong, kekayaannya bertambah lebih dari Rp 4,1 miliar.
Penjelasan resmi dari Mahkamah Agung adalah lonjakan ini berasal dari revaluasi aset tanah warisan di Palembang yang sebelumnya dilaporkan dengan nilai NJOP lama.
Mengapa Abolisi Membuat Harta Hakim Kembali Diperbincangkan?
Keterkaitan antara abolisi dan harta hakim ini sangat logis di mata publik. Logikanya sederhana yakni vonis dianggap cacat di mana abolisi mengisyaratkan bahwa vonis 4,5 tahun penjara terhadap Tom Lembong memiliki kecacatan hukum atau pertimbangan keadilan yang serius.
Integritas hakim dipertanyakan yakni jika vonisnya cacat, maka integritas dan objektivitas majelis hakim yang membuatnya, termasuk Hakim Dennie, otomatis menjadi pertanyaan besar.
Lonjakan kekayaan yang tidak wajar ini, yang sebelumnya hanya menjadi "kecurigaan", kini di mata publik berpotensi menjadi "motif" atau setidaknya indikator adanya pengaruh eksternal dalam putusan tersebut.
Bola Panas Kini di Tangan KY dan Bawas MA
Dengan bebasnya Tom Lembong, tekanan publik kini beralih sepenuhnya kepada Komisi Yudisial dan Bawas MA.
Penjelasan "revaluasi aset warisan" dari Mahkamah Agung kini terasa tidak lagi cukup untuk membendung gelombang keraguan publik.
Kasus ini telah berevolusi.
Ini bukan lagi sekadar tentang vonis seorang Tom Lembong, melainkan tentang pertaruhan kepercayaan publik terhadap seluruh institusi peradilan di Indonesia.
Publik menuntut transparansi total untuk menjawab pertanyaan sederhana:
Apakah lonjakan harta miliaran rupiah seorang hakim hanyalah kebetulan belaka, atau bagian dari sebuah misteri yang lebih besar di balik layar peradilan?
Pembersihan nama Tom Lembong melalui abolisi baru akan terasa lengkap jika misteri yang menyelimuti vonisnya, termasuk soal harta janggal sang hakim, juga ikut terungkap secara terang benderang.
Setelah Tom Lembong mendapatkan abolisi, apakah Anda percaya penjelasan mengenai lonjakan harta hakim ini?
Apa langkah yang seharusnya diambil KY dan Bawas MA? Sampaikan pendapat Anda di kolom komentar