Ketika kru Topi Jerami mengibarkan benderanya, itu adalah deklarasi bahwa mereka hidup dengan aturan mereka sendiri, demi mimpi mereka sendiri.
Semangat inilah yang tampaknya diadopsi mentah-mentah oleh para fans di Indonesia.
Bagi mereka, mengibarkan bendera Luffy di samping Merah Putih mungkin bukan niat untuk berkhianat, melainkan sebuah ekspresi.
Sebuah teriakan bahwa mereka juga punya mimpi, bahwa mereka juga ingin bebas dari "kekangan" sistem, dan mereka menemukan pahlawan yang mewakili semangat itu dalam sosok Luffy.
Di sinilah letak ironi terbesarnya. Eiichiro Oda, di studionya yang terisolasi, kemungkinan besar tidak pernah membayangkan bahwa simbol perlawanan fiktifnya akan dianggap sebagai ancaman nyata bagi simbol suatu negara.
Fenomena di Indonesia adalah efek samping tak terduga dari kejeniusannya bercerita.
Larangan pengibaran bendera ini menjadi cermin bagi kita semua.
Di satu sisi, ia menunjukkan betapa kuatnya sebuah cerita dapat merasuki jiwa dan menggerakkan manusia.
Di sisi lain, ia adalah pengingat tegas bahwa dunia nyata punya aturan yang tidak bisa dinegosiasikan.
Baca Juga: Bendera One Piece Dilarang Keras di Bogor! Pemkab dan Kodim Turun Tangan, Ancam Copot Paksa
Kisah Oda dan bendera 'sesat' di Indonesia adalah pelajaran tentang kekuatan dan bahaya sebuah ide.
Oda telah berhasil menciptakan simbol yang begitu kuat hingga maknanya melampaui kendali sang pencipta sendiri.
Ia ingin menggambar tentang kebebasan, dan para penggemarnya di Indonesia menunjukkan kepadanya arti kebebasan itu dalam bentuk yang paling ekstrem dan kontroversial.
Menurutmu, apakah Eiichiro Oda akan tertawa atau justru khawatir melihat fenomena ini?
Bagikan pendapatmu di kolom komentar!