Suara.com - Di balik citra seorang analis tajam dan kritikus politik yang tak kenal takut, ada sisi lain dari Thomas Lembong yang jarang terlihat publik.
Sisi itu akhirnya terungkap dalam sebuah unggahan Instagram yang begitu sederhana namun sarat makna: potret seorang ayah dan suami yang akhirnya pulang ke rumah.
Usai bebas dari balik jeruji besi (bui), unggahan pertamanya bukan tentang politik, bukan pula tentang perlawanan.
Itu adalah sebuah pesan haru, sebuah permohonan tulus yang meruntuhkan sekat antara figur publik dan insan biasa, menunjukkan sisi paling manusiawi dari seorang Tom Lembong.
Sebuah Foto dan Permohonan yang Menguras Emosi
Tom Lembong, dengan senyum lega, dikelilingi oleh keluarga tercinta. Namun, kekuatan sesungguhnya terletak pada kalimat yang menyertainya.
Di antara janji untuk tetap berjuang, ia menyelipkan sebuah kalimat yang menjadi inti dari perasaannya saat itu:
"Tapi izinkan saya menikmati sejenak, kebersamaan bareng keluarga… "
Kalimat ini adalah sebuah jeda.
Baca Juga: 'Tetap di Garis Perjuangan': Sinyal Keras Tom Lembong Usai Bebas, Ancaman Kembali?
Sebuah permohonan agar dunia luar, dengan segala tuntutan dan tekanannya, memberinya waktu untuk bernapas.
Ini bukan lagi suara seorang analis ekonomi atau figur oposisi yakni ini adalah suara seorang ayah yang rindu, seorang suami yang kembali ke pelukannya.
Penggunaan emoji mata berkaca-kaca menjadi penegas yang tak terbantahkan dari keharuan yang ia rasakan.
Bagi publik, ini adalah momen langka.
Momen di mana benteng ketajaman intelektualnya seolah melebur, digantikan oleh kehangatan dan kelegaan yang tulus.
Arti Sebuah 'Rumah' Setelah Dinding Penjara
Apa arti "rumah" bagi seseorang yang hari-harinya dihabiskan di balik tembok dingin penjara?
Unggahan Tom Lembong seolah menjawabnya.
Rumah bukan sekadar bangunan, melainkan sebuah tempat suci (sanctuary) untuk menyembuhkan luka dan menemukan kembali diri.
Momen "menikmati kebersamaan" ini adalah proses mengisi kembali energi yang terkuras, menemukan kembali kompas moral dalam dekapan orang-orang terkasih sebelum kembali menghadapi badai di luar sana.
Jeda Sakral Sebelum Kembali ke Medan Perang
Tom Lembong memang menegaskan bahwa perjuangannya belum usai dengan kalimat "Saya tetap setia dan gencar di garis perjuangan."
Namun, ia dengan cerdas meminta publik untuk memahami bahwa ada jeda yang sakral di antara babak kehidupan.
Unggahan ini adalah pengingat yang kuat bahwa di balik setiap figur publik yang kita lihat di layar kaca—dengan segala kekuatan dan kontroversinya, ada seorang manusia biasa yang memiliki kerinduan yang sama dengan kita semua: kerinduan untuk pulang.
Momen ini menunjukkan sisi lain dari seorang figur publik.
Menurut Anda, apakah penting bagi kita untuk sesekali melihat sisi manusiawi dari para pemimpin dan tokoh masyarakat?
Bagikan pendapat Anda di kolom komentar.