Ketika Bumi tak Lagi Menarik, AS dan China Kini Rebutan Lahan di Bulan

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Rabu, 06 Agustus 2025 | 23:12 WIB
Ketika Bumi tak Lagi Menarik, AS dan China Kini Rebutan Lahan di Bulan
Ilustrasi penampakan Bulan. Amerika Serikat dan China kini rebutan lahan di bulan. [Dok.Antara]

Suara.com - Lupakan perang dagang di Bumi, arena persaingan terbaru antara dua kekuatan super dunia, Amerika Serikat dan China, kini telah bergeser ke tempat yang sunyi dan hampa: Bulan.

Ini bukan lagi sekadar soal menancapkan bendera, melainkan perebutan lahan strategis untuk mendominasi masa depan umat manusia di luar angkasa.

Kabar terbaru menyebutkan bahwa badan antariksa Amerika Serikat, NASA, akan memberikan arahan untuk mempercepat pembangunan reaktor nuklir di Bulan pada tahun 2030.

Langkah ini adalah respons langsung terhadap ambisi China yang juga menargetkan tahun yang sama untuk mendaratkan astronot pertamanya di permukaan Bulan.

“Ini tentang memenangkan perlombaan antariksa kedua,” kata seorang pejabat senior NASA kepada Politico, yang berbicara secara anonim dikutip dari ANTARA.

Berikut adalah 6 fakta penting di balik persaingan sengit memperebutkan 'kapling' di Bulan ini.

1. Reaktor Nuklir Adalah Kunci Kehidupan

Mengapa harus reaktor nuklir? Jawabannya sederhana: energi. Permukaan Bulan mengalami malam yang ekstrem selama 14 hari Bumi berturut-turut, membuat tenaga surya menjadi tidak bisa diandalkan.

Reaktor nuklir mampu menyediakan sumber energi yang konstan dan kuat, yang vital untuk mendukung kehidupan para astronot, menjalankan operasi penambangan, hingga mengisi bahan bakar roket untuk misi yang lebih jauh, seperti ke Mars.

Baca Juga: Kuota Impor Habis di Akhir Tahun, Produsen Mobil Listrik China Harus Bangun Pabrik di Indonesia

NASA dilaporkan membuka kesempatan bagi industri swasta untuk membangun reaktor 100 kilowatt, sebuah peningkatan signifikan dari rencana sebelumnya yang hanya 40 kilowatt.

2. Ladang Harta Karun di Kutub Selatan Bulan

Bulan bukan lagi hanya bongkahan batu mati. Para ilmuwan telah menemukan bahwa kawah-kawah di Kutub Selatan Bulan yang selalu gelap menyimpan cadangan air es dalam jumlah besar.

Air ini tidak hanya untuk minum, tetapi bisa dipecah menjadi oksigen untuk bernapas dan hidrogen untuk bahan bakar roket.

Selain itu, Bulan juga diyakini kaya akan Helium-3, isotop langka yang berpotensi menjadi bahan bakar bersih untuk reaktor fusi nuklir di masa depan. Siapa yang menguasai sumber daya ini, dialah yang memegang kunci eksplorasi antariksa.

3. Ancaman "Zona Eksklusif"

Inilah yang membuat perlombaan ini begitu genting. Meskipun Perjanjian Luar Angkasa 1967 melarang negara mana pun untuk mengklaim kedaulatan atas Bulan, ada celah yang mengkhawatirkan.

Dokumen internal NASA memperingatkan bahwa "negara pertama yang membangun reaktor dapat mendeklarasikan zona eksklusif di bulan, yang berpotensi membatasi akses bagi negara lain."

Bayangkan sebuah negara membangun pembangkit listrik raksasa dan kemudian mendeklarasikan "zona keamanan" seluas puluhan kilometer di sekitarnya, secara efektif memonopoli area paling strategis di Bulan.

4. Perlombaan Melawan Waktu: 2030

Target waktu NASA sangat jelas dan bukan kebetulan. Badan antariksa tersebut bertekad meluncurkan reaktor tersebut pada 2030, di saat yang sama China akan mendaratkan astronot pertamanya di Bulan melalui program ambisius mereka, Chang'e.

Ini adalah balapan head-to-head untuk menunjukkan siapa yang memiliki keunggulan teknologi dan kemampuan untuk membangun pangkalan permanen terlebih dahulu.

5. Terbentuknya Dua Kubu di Antariksa

Persaingan ini telah menciptakan dua blok kekuatan di luar angkasa. Di satu sisi ada Amerika Serikat dengan Program Artemis-nya, yang telah berhasil menggandeng puluhan negara mitra, termasuk Jepang dan negara-negara Eropa.

Di sisi lain, China dan Rusia memimpin koalisi mereka sendiri untuk membangun Pangkalan Penelitian Bulan Internasional (ILRS), yang juga telah menarik minat beberapa negara lain. Dunia seakan terbelah dua, tidak hanya di Bumi tetapi juga dalam upaya menaklukkan Bulan.

6. Tantangan Anggaran di Pihak AS

Di tengah ambisi besar ini, NASA menghadapi tantangan internal. Pemerintahan sebelumnya sempat mengusulkan pemotongan anggaran NASA yang signifikan, dari 24,8 miliar dolar AS menjadi 18,8 miliar dolar AS.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: dari mana dana untuk proyek nuklir yang sangat mahal ini akan berasal?

Dan jika didanai, apakah akan mengorbankan program-program sains antariksa penting lainnya? Ini adalah pertaruhan besar bagi Amerika Serikat dalam usahanya mempertahankan dominasi di perbatasan baru umat manusia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI