Suara.com - Jasad seorang pria bernama Nasiruddin yang hilang pada 1997 ditemukan dalam kondisi utuh setelah gletser di wilayah pegunungan Pakistan mencair.
Penemuan ini bukan hanya menutup lembaran duka sebuah keluarga, tetapi juga menjadi saksi bisu dari krisis iklim yang kian mengkhawatirkan.
Dilansir dari laman Gulfnews, Rabu, 7 Agustus 2025, jasad Nasiruddin yang membeku ditemukan penduduk setempat di dekat tepi Glasier Lady Meadows yang menyusut drastis di wilayah Kohistan, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa.
Wilayah ini merupakan bagian dari barisan terluar Pegunungan Himalaya yang megah.
Kisah ini berawal pada 1997, saat Nasiruddin yang waktu itu berusia 31 tahun dan saudaranya terpaksa melarikan diri ke pegunungan setelah terjadi perselisihan sengit di desa mereka.
Dalam pelarian yang penuh keputusasaan itu, takdir tragis menimpa Nasiruddin.
Nasiruddin terperosok dan jatuh ke dalam sebuah crevasse, celah dalam dan curam di badan glasier. Saudaranya berhasil selamat, namun Nasiruddin lenyap ditelan hamparan es abadi.
Selama 28 tahun, keluarga Nasiruddin hidup dalam ketidakpastian yang menyiksa. Mereka menolak menyerah pada nasib.
Malik Ubaid, keponakan almarhum, menceritakan perjuangan keluarganya kepada media.
Baca Juga: Gletser di Kanada, AS, dan Swiss Kehilangan 12 Persen Es: Apa Artinya bagi Masa Depan?
"Keluarga kami telah mengerahkan segala upaya untuk melacaknya selama bertahun-tahun," ujar Ubaid melalui sambungan telepon.
"Paman dan sepupu kami beberapa kali mengunjungi glasier itu untuk melihat apakah jasadnya bisa ditemukan, tetapi mereka akhirnya menyerah karena itu mustahil," katanya lagi.
Harapan yang nyaris padam itu kembali menyala pada 31 Juli lalu.
Seorang gembala lokal yang sedang melintasi area tersebut melihat sesuatu yang tidak biasa di tepi gletser yang mencair.
Sosok itu adalah manusia yang terperangkap dalam es.
Setelah berhasil dievakuasi, kondisi jasad yang awet membuat proses identifikasi menjadi lebih mudah, terlebih karena kartu identitasnya masih utuh bersamanya.
Beberapa hari setelah ditemukan, jasad Nasiruddin akhirnya dimakamkan dengan layak.
Bagi keluarga, penemuan ini membawa kelegaan yang getir. Setelah puluhan tahun bertanya-tanya, mereka akhirnya bisa memberikan penghormatan terakhir.
"Akhirnya, kami mendapat sedikit kelegaan setelah jenazahnya ditemukan," kata Ubaid.
Perubahan Iklim
Penemuan jasad Nasiruddin bukan sekadar akhir dari pencarian sebuah keluarga.
Ini adalah saksi nyata dari krisis yang lebih besar, yaitu perubahan iklim.
Pakistan adalah rumah bagi lebih dari 13.000 gletser, jumlah terbanyak di dunia di luar wilayah kutub. Gletser-gletser ini berfungsi sebagai menara air raksasa bagi jutaan orang.
Namun, kenaikan suhu global yang dipicu oleh aktivitas manusia menyebabkan gletser-gletser ini mencair dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.
Fenomena ini tidak hanya mengungkap tragedi masa lalu seperti kisah Nasiruddin, tetapi juga menciptakan ancaman baru seperti banjir bandang akibat luapan danau glasial (GLOFs) yang dapat menyapu bersih seluruh komunitas di hilir.
Kisah Nasiruddin menjadi pengingat yang kuat bahwa es yang mencair tidak hanya mengubah lanskap, tetapi juga membuka kembali luka lama dan menunjukkan betapa rapuhnya keseimbangan alam kita.