Suara.com - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terus mengurai benang kusut dugaan korupsi pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek.
Pada Rabu (6/8/2025), fokus pemeriksaan diarahkan pada sejumlah nama besar di sektor swasta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi pemeriksaan delapan saksi kunci.
Mereka di antaranya adalah RCG selaku Vice President of Accounting and Consolidation dan KBA selaku Pemimpin Manfaat salah satu perusahaan layanan digital.
Dari industri perangkat keras, penyidik memanggil LN selaku Presiden Direktur PT Acer Indonesia dan RG selaku Direktur Produksi PT Acer Indonesia.
Saksi lainnya berasal dari perusahaan mitra teknologi.
"AS selaku Direktur PT Complus Sistem Solusi,” kata Anang Supriatna, Kamis (7/8/2025).
Pihak lain yang diperiksa adalah HD dari PT Samafitro, MA selaku Direktur PT Tixpro Informatika Megah tahun 2020, serta AS yang menjabat sebagai Direktur PT Aplikasi Karya Anak Bangsa pada tahun 2020.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Anang.
Baca Juga: Usai Kasus Chromebook di Kejagung, Giliran KPK Periksa Nadiem Terkait Dugaan Korupsi Google Cloud
Langkah intensif ini diambil untuk mendalami peran berbagai pihak dalam proyek yang telah menjerat empat orang sebagai tersangka.
Mereka yakni, Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek; Mulatsyah (MUL), Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek; Ibrahim Arif (IBAM), Konsultan Teknologi Kemendikbudristek; dan Juris Tan (JT), mantan staf khusus Mendikbudristek.

Dugaan korupsi ini berpusat pada pengadaan laptop dengan sistem operasi Chromebook untuk sekolah.
Ironisnya, perangkat ini sempat diuji coba pada era Mendikbud Muhadjir Effendy dan dinilai tidak efektif karena sangat bergantung pada ketersediaan jaringan internet yang belum merata di Indonesia.
Meskipun demikian, Kemendikbudristek di era Nadiem Makarim tetap melanjutkan proyek pengadaan Chromebook dalam skala masif.
Hal inilah yang mendasari kecurigaan Kejagung akan adanya dugaan pemufakatan jahat dalam mengatur proyek pengadaan senilai total Rp 9,9 triliun tersebut.