Pasal 14 Ayat 1 huruf a dalam UU tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum.
"Faktanya, guru-guru swasta, guru-guru honorer, guru-guru non-aparatur sipil negara, non-ASN, itu upahnya justru di bawah upah minimum provinsi. Itu masih terjadi di semua provinsi di Indonesia, di daerah-daerah, termasuk di Jakarta sendiri," kata Satriwan.
![Ilustrasi wawancara. Koordinator P2G Satriwan Salim. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/06/10/44867-ilustrasi-wawancara-koordinator-p2g-satriwan-salim.jpg)
"Nah belum lagi, upah atau gaji dosen swasta atau dosen tidak tetap di perguruan tinggi swasta," katanya menambahkan.
Polemik ini bermula dari pidato Sri Mulyani dalam acara Konvensi Sains, Teknologi dan Industri Indonesia, Kamis (7/8/2025).
Ia menyoroti keluhan mengenai rendahnya gaji pendidik yang sering muncul di media sosial.
"Banyak di media sosial saya selalu mengatakan, menjadi dosen atau guru, tidak dihargai karena gajinya tidak besar. Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara," kata Sri Mulyani.
Secara terbuka, ia kemudian membuka diskursus mengenai sumber pendanaan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi masyarakat," ujarnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Buka Opsi Gaji Guru Tak Ditanggung Negara, Ekonom: Pernyataan Tak Bermoral