Menurutnya, seseorang hanya akan mempublikasikan pertemuan jika orang yang ditemui dianggap penting dan dapat mengangkat citra atau posisi dirinya.
Dalam konteks ini, Gibran seolah ingin mengirim pesan.
"Jadi dalam hal ini kelihatan Gibran mau menunjukkan kepada publik, dia masih baik-baik dengan Dasco," kata dia.
Pesan yang Terbaca Sebaliknya
Ironisnya, menurut Ray, efek yang ditimbulkan justru berkebalikan dari yang diharapkan.
Alih-alih meyakinkan publik bahwa hubungan baik-baik saja, tindakan tersebut malah mengonfirmasi adanya masalah.
Kebutuhan untuk "pamer" keakraban mengindikasikan bahwa keakraban itu sendiri sedang dipertanyakan atau terancam.
Isu keretakan antara Prabowo dan Jokowi memang telah berembus beberapa waktu, meski kerap dibantah oleh pihak-pihak terkait.
Rumor ini dipicu oleh berbagai spekulasi politik, mulai dari arah kebijakan hingga konsolidasi kekuasaan pasca-transisi.
Baca Juga: Geopolitik Memanas, DPR Sebut Peran Wakil Panglima TNI Jadi Kunci
Dalam lanskap inilah unggahan Gibran menjadi sangat relevan dan sarat makna.
Bagi Ray, publik yang melek politik akan membaca sinyal ini secara berbeda.
Upaya untuk menampilkan fasad "semua aman" justru menjadi bukti paling sahih bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik layar.
"Yang dibaca itu justru pesan sebaliknya, bukan pesan yang terungkap pertemuan itu," jelasnya.
Dengan kata lain, semakin keras upaya menunjukkan keharmonisan, semakin jelas pula retakan yang coba ditutupi.
Unggahan makan siang Gibran dan Dasco pun berubah dari sekadar dokumentasi kuliner menjadi sebuah artefak politik yang memicu lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.