Suara.com - Puluhan ribu warga Kabupaten Pati turun ke jalan pada hari ini, Rabu, 13 Agustus 2025, untuk menggelar aksi demonstrasi besar di Alun-Alun Pati dalam rangka menuntut Bupati Pati mundur.
Aksi ini menarik perhatian publik luas, tidak hanya karena jumlah pesertanya yang diperkirakan mencapai 25 ribu orang, tetapi juga karena evolusi tuntutan yang diusung.
Jika awalnya protes ini dipicu oleh kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), kini tuntutan utama mereka jauh lebih serius: mendesak Bupati Sudewo untuk turun dari jabatannya.
Aksi massa yang berpusat di Alun-Alun Pati ini merupakan puncak dari kekecewaan publik terhadap serangkaian kebijakan pemerintah daerah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Meskipun Bupati Sudewo telah mencabut kebijakan kenaikan pajak PBB-P2, kemarahan warga tidak surut. Sikap pemerintah yang terkesan arogan pada awalnya, serta sejumlah program yang dianggap tidak prioritas, telah menyulut emosi masyarakat hingga akhirnya mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan demo Pati 13 Agustus 2025.
Tidak hanya di jalan, aksi demo juga merembet ke media sosial yang ramai dengan tagar #PatiMelawan.
Untuk mengamankan jalannya aksi, sebanyak 2.684 personel gabungan dari 14 polres, TNI, dan instansi terkait dikerahkan.
Masyarakat yang berpartisipasi dalam aksi damai ini menyuarakan lima tuntutan utama yang ditujukan langsung kepada kepemimpinan Bupati Sudewo.
Tuntutan ini menunjukkan adanya pergeseran fokus dari satu isu kebijakan menjadi evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
Baca Juga: Siaga Penuh! Ribuan Aparat Gabungan Diturunkan Amankan Demo Besar di Pati 13 Agustus Besok
Lima Tuntutan Utama dari Warga Pati
Awalnya, kemarahan warga meletus saat Bupati Sudewo mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen. Keputusan ini diambil setelah pertemuan dengan para camat dan anggota Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati) pada Minggu, 18 Mei 2025.
Dalam pertemuan itu, Sudewo mengetahui bahwa PBB-P2 di Pati belum pernah naik selama 14 tahun, sehingga mereka menyepakati kenaikan tersebut.
Kebijakan ini langsung memicu gelombang penolakan dari masyarakat yang merasa keberatan.
Namun, setelah Bupati Sudewo membatalkan kenaikan tersebut dan meminta maaf, warga justru semakin mantap untuk tetap turun ke jalan dengan tuntutan yang lebih luas. Ada lima poin utama yang disuarakan dalam demo Pati hari ini, yaitu:
- Menuntut Bupati Sudewo Turun dari Jabatannya: Ini menjadi tuntutan utama yang mencerminkan hilangnya kepercayaan publik terhadap kepemimpinan bupati.
- Menolak Lima Hari Sekolah: Warga menyuarakan keberatan mereka terhadap kebijakan lima hari sekolah yang dianggap membebani siswa dan orang tua.
- Menolak Renovasi Alun-Alun Pati dengan Anggaran Rp2 Miliar: Proyek renovasi dengan biaya yang cukup besar ini dipertanyakan urgensinya di tengah kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak.
- Menolak Pembongkaran Total Masjid Alun-Alun Pati yang Bersejarah: Keputusan untuk membongkar masjid yang memiliki nilai sejarah tinggi ini dinilai tidak menghargai warisan budaya dan keagamaan.
- Menyoal Proyek Videotron Senilai Rp1,39 Miliar: Warga mempertanyakan prioritas pemerintah yang mengalokasikan anggaran fantastis untuk videotron, sementara ada banyak kebutuhan lain yang belum terpenuhi.
Kronologi Kontroversi: Dari Pajak Hingga Sikap Arogan
Kontroversi ini bermula dari keputusan Bupati Sudewo untuk menaikkan PBB-P2 secara drastis. Keputusan yang diambil tanpa sosialisasi memadai ini sontak memicu amarah warga yang merasa kebijakan tersebut memberatkan. Sebagai bentuk protes, sejumlah warga menginisiasi aksi demonstrasi yang dijadwalkan pada hari ini, 13 Agustus 2025.
Namun, alih-alih menenangkan situasi, Bupati Sudewo sempat mengeluarkan pernyataan yang justru menyulut emosi warga. Ia mempersilakan masyarakat untuk melanjutkan rencana aksi turun ke jalan dengan ucapan yang terkesan menantang.
Setelah mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, Bupati Sudewo akhirnya membatalkan kenaikan PBB-P2 dan meminta maaf atas pernyataannya.
Dalam unggahan resmi di Instagram Pemerintah Kabupaten Pati @pemkabpati_, pada Kamis, 7 Agustus 2025, Sudewo menyampaikan penyesalan.
"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan saya, 5.000 silakan, 50 ribu massa silakan, saya tidak menantang rakyat, sama sekali tidak ada maksud untuk menantang rakyat, moso rakyatku tak tantang (masa rakyatku ku tantang)," ucap Sudewo.
Ia juga mengklarifikasi bahwa pernyataan tersebut sama sekali tidak bermaksud menantang, melainkan hanya ingin mengalihkan lokasi demo agar tidak mengganggu acara-acara lain.
Permintaan maaf ini, sayangnya, tidak cukup untuk menghentikan aksi massa yang sudah terlanjur membesar.
Tuntutan kini telah bergeser dan mencakup berbagai kebijakan lain, yang menunjukkan bahwa kemarahan warga Pati telah mengakar pada persoalan kepemimpinan dan prioritas pembangunan yang dinilai tidak selaras dengan aspirasi mereka.