80 Tahun Merdeka, Suara Wajib Pajak Menggema: Pajak Sudah Dibayar, Keadilan Sosial Mana?

Minggu, 17 Agustus 2025 | 11:51 WIB
80 Tahun Merdeka, Suara Wajib Pajak Menggema: Pajak Sudah Dibayar, Keadilan Sosial Mana?
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan saat Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). [ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto/sgd/YU]
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan Kota Makassar [Suara.com/Muhammad Yunus]
Ilustrasi surat pajak. Dalam beberapa waktu belakangan, persoalan pajak kembali mencuat usai adanya kebijakan di masing-masing daerah yang menaikan pembayarannya. [Suara.com/Muhammad Yunus]

"Saya rasa sistem perpajakan mungkin masih sulit diterima sebagai perwujudan keadilan sosial."

Menurutnya, Indonesia harus banyak belajar dari negara-negara yang berfokus pada kesejahteraan sosial.

"Beban pajak belum terdistribusi dengan baik, perhitungan ideal beban pajak seharusnya bisa belajar dari negara social welfare, tapi lagi-lagi, hal ini juga harus dibarengi dengan perbaikan pendapatan per kapita," tutur Kiki.

Beban Kelas Menengah

Pandangan senada disampaikan Azmi. Menurutnya, meski sistem perpajakan sudah menuju ke arah progresif, penerapannya belum merata dan seringkali lebih memberatkan kelas menengah.

"Beban pajak terkadang terasa lebih berat bagi masyarakat kelas menengah dibandingkan dengan korporasi besar yang memiliki celah untuk mengurangi kewajibannya. Keadilan sosial akan terasa bila semua pihak, besar maupun kecil, membayar pajak sesuai proporsinya tanpa privilese tersembunyi," kata Azmi.

Bagi mereka, kemerdekaan sejati adalah ketika pajak yang mereka bayarkan benar-benar menjelma menjadi kesejahteraan yang merata.

"Bagi saya, kemerdekaan bukan hanya terbebas dari penjajahan, tapi juga memiliki kemandirian ekonomi yang kuat. Pajak adalah salah satu wujud nyata partisipasi rakyat untuk membiayai pembangunan sehingga kemerdekaan akan terasa lengkap bila hasil pajak benar-benar kembali kepada rakyat dalam bentuk layanan publik yang berkualitas dan merata," kata Azmi.

Di tengah kekecewaan akibat ulah segelintir pejabat korup, keyakinan mereka tak goyah.

Baca Juga: Panggung Istana Tanpa Megawati: SBY dan Jokowi Hadir di HUT ke-80 RI, Ketua Umum PDIP Pilih Absen

Mereka tetap membayar pajak, namun dengan tuntutan yang lebih kuat: transparansi dan akuntabilitas.

"Saya sadar, kasus korupsi yang melibatkan anggaran negara seringkali mengikis kepercayaan publik, namun, saya memilih tetap membayar pajak karena menghentikan kontribusi justru akan merugikan masyarakat luas."

Namun, Kiki masih berharap negara bisa berbuat adil dengan menindak tegas pelaku korupsi tanpa pandang bulu.

"Kepercayaan saya terjaga ketika ada transparansi, audit yang terbuka, dan sanksi tegas bagi pelaku penyalahgunaan anggaran, tanpa pandang bulu," tutur Azmi.

Artikel ini khusus dibuat Redaksi Suara.com dalam rangka perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI