Merasa dilecehkan, warga Parungsapi tak terima dan melakukan serangan balasan besar-besaran yang berakhir dengan tewasnya WS.
5. Disebut "Mendarah Daging" oleh Polisi
Kapolres Bogor menggunakan istilah yang sangat kuat untuk menggambarkan konflik ini: "mendarah daging". Hal ini menunjukkan bahwa permusuhan tersebut sudah menjadi bagian dari identitas sosial kedua kampung.
"Kalau cerita awalnya Pertandingan olahraga kemudian menimbulkan gesekan, ternyata itu berlangsung sampai 15 tahun, cukup mendarah daging," jelas AKBP Wikha.
6. Upaya Damai: Kedua Kampung Sudah Teken Kesepakatan
Menyikapi insiden berdarah ini, Polres Bogor segera memfasilitasi mediasi. Para tokoh dari kedua kampung dipertemukan dan menandatangani sebuah kesepakatan damai.
Mereka berkomitmen untuk menjaga keamanan bersama dan tidak mudah terprovokasi oleh berita bohong (hoaks) yang bisa kembali memanaskan situasi.
7. Damai yang Rapuh, Potensi Konflik Susulan Masih Ada
Meskipun sudah ada kesepakatan di atas kertas, pihak kepolisian menyadari bahwa perdamaian ini sangat rapuh. Dendam yang sudah mengakar selama 15 tahun tidak akan mudah hilang.
Baca Juga: Sepak Bola Berubah Maut, Kisah Pria Tewas di Jasinga Akibat Konflik Antarkampung 15 Tahun Silam
Kapolres mengakui bahwa potensi konflik susulan tetap ada. "Potensi-potensi (konflik) itu pasti ada," tegasnya, mengisyaratkan bahwa Jasinga masih menyimpan bara dalam sekam.