Suara.com - Kabar duka menyelimuti keluarga Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23) di Kalianda, Lampung Selatan. Putri pertama mereka, Alesha Erina Putri, bayi berusia dua bulan, menghembuskan napas terakhirnya setelah menjalani perawatan dan operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung.
Di balik kepergiannya, terungkap serangkaian kisah pilu yang menyoroti dugaan kelalaian, pelayanan yang buruk, hingga praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum tenaga medis.
Kematian bayi Alesha bukan sekadar catatan medis, melainkan cerminan duka mendalam dan kekecewaan keluarga terhadap sistem yang seharusnya menyelamatkan nyawa. Berikut adalah lima fakta miris yang terungkap dari perjuangan singkat Alesha dan keluarganya mencari keadilan.
1. Dugaan Pungli Rp8 Juta ke Rekening Pribadi Dokter
Perjalanan medis Alesha yang didiagnosis menderita penyakit Hirschsprung mencapai titik krusial saat dokter berinisial BR menawarkan dua opsi operasi. Opsi pertama ditanggung BPJS, sedangkan opsi kedua adalah operasi sekali tindakan menggunakan alat medis khusus yang tidak ditanggung BPJS.
Untuk opsi kedua, keluarga diminta membayar Rp8 juta. Anehnya, pembayaran tidak dilakukan melalui kasir atau apotek resmi rumah sakit, melainkan ditransfer langsung ke rekening pribadi dokter BR di Bank Lampung.
Keluarga mengaku dokter awalnya enggan menjelaskan detail alat yang harus dibeli. Namun dokter tersebut baru menunjukkan gambar alat setelah ditransfer uang Rp8 juta.
2. Kondisi Alat Medis yang Dibeli Sangat Meragukan
Kejanggalan tidak berhenti pada proses pembayaran. Dokter BR awalnya menyebut pemesanan alat butuh waktu 10 hari, namun secara mengejutkan, alat tersebut sudah tersedia keesokan harinya setelah uang ditransfer. Keraguan keluarga semakin memuncak saat melihat kondisi alat tersebut.
Baca Juga: Dokter Tifa Sentil Prabowo Soal Ijazah Jokowi: Jangan Sampai Ada Kekacauan
Alih-alih tampak baru dan steril, kemasan alat medis itu terlihat penyok dan terkesan sudah lama tersimpan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di benak keluarga: apakah alat seharga Rp8 juta itu benar-benar baru, sesuai standar, dan benar-benar digunakan selama operasi yang berlangsung pada 19 Agustus 2025?
3. Pelayanan Lamban dan Minim Tenaga Medis
Setelah operasi, kondisi Alesha justru memburuk. Di sinilah kekecewaan keluarga terhadap pelayanan RSUDAM mencapai puncaknya.
Penanganan di ruang perawatan sangat lambat. Bayangkan, hanya ada dua orang perawat yang harus menangani 32 pasien.
4. Dokter Sulit Dihubungi Saat Kondisi Pasien Kritis
Ironisnya, dokter BR yang tadinya sangat aktif berkomunikasi melalui WhatsApp saat membahas pembelian alat, mendadak sulit dihubungi ketika kondisi bayi Alesha kritis.