Lebih jauh, Uceng mengurai akar masalah yang jauh lebih dalam.
Gejala seperti buruknya kinerja aparat, lemahnya reformasi birokrasi, dan maraknya kekerasan polisi hanyalah puncak gunung es.
Menurutnya, masalah fundamental ada pada legitimasi pemerintahan yang lemah, lahir dari proses pemilu yang cacat.
"Persoalan ini kan sumber dasarnya menurut saya adalah legitimasi pemerintahan yang lemah. Karena pemilu yang buruk, pemilu yang berengsek itu melahirkan pemerintahan yang abal-abal," tegasnya.
Jika legitimasi pemerintahan rapuh, bagaimana mungkin rakyat percaya pada setiap kebijakan dan penegakan hukum?
Ini menjelaskan mengapa seruan perbaikan harus dimulai dari pucuk pimpinan: presiden, DPR, dan seluruh elemen pemerintahan.
Jangan Sekadar Tebar Isu, Tangkap Pelaku!

Maka, momentum aksi hari ini, menurut Uceng, adalah krusial.
Rakyat tak boleh diam dan membiarkan pemerintah terus-menerus menebar isu tanpa dasar yang jelas.
Baca Juga: Dulu Dukung 02 Habis-habisan, Desta Kini Berani Kritik Prabowo: Saya Tidak Bisa Diam
"Ini momentum, jadi teman-teman harus turun hari ini. Nah enggak boleh, jangan tidak," serunya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga aksi tetap damai, namun pada saat yang sama, menuntut negara untuk serius mencari aktor di balik isu penunggang.
"Kita menjaga diri pada saat yang sama negara harus cari penunggangnya dong. Jangan menebar insinuasi ada teror makar, siapa? Kalau bilang ada teror, ada makar, iya siapa pelaku teror, siapa makarnya? Kejar!" tantang Uceng.
Pemerintah tidak bisa lagi berlindung di balik isu 'penunggang' atau 'makar' tanpa tindakan konkret.
Saatnya bagi negara untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan hanya menyebarkan ketakutan dan membungkam suara kritis.
Rakyat menunggu, siapa sebenarnya 'makar' dan 'penunggang' yang selama ini hanya menjadi alat pembungkam?