Sepekan Terakhir, Isu Kekerasan Masif Hiasi Pemberitaan Media Online

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 01 September 2025 | 23:10 WIB
Sepekan Terakhir, Isu Kekerasan Masif Hiasi Pemberitaan Media Online
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri (tengah) sampaikan pernyataan saat temui massa di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (29/8/2025). [ANTARA FOTO]

Suara.com - Sebuah riset media monitoring terbaru mengungkap ironi dari gelombang demonstrasi nasional sepekan terakhir.

Tuntutan substantif para demonstran secara efektif 'tenggelam' oleh dominasi narasi kekerasan dan kericuhan di media massa.

Skema Data Indonesia (SDI) merilis hasil analisisnya yang menyoroti pergeseran dramatis ini. 

"Berdasarkan data SDI, tercatat ada 31.272 pemberitaan dari 3.292 media massa dalam kurun waktu 24 hingga 30 Agustus 2025," kata Direktur SDI, Gumawang Setya Aji, Senin (1/9/2025).

Titik balik utama dari pergeseran narasi ini adalah tragedi yang menimpa Affan Kurniawan. 

Head Analis Media SDI, Ade Supriadi, menjelaskan bagaimana insiden tersebut mengubah segalanya.

"Mulanya sekadar penolakan kenaikan tunjangan atau gaji DPR kemudian menjadi isu nasional soal ketidakadilan sosial, represifitas aparat, hingga pembubaran DPR," katanya.

Analisis SDI itu juga menunjukkan bahwa media lebih banyak menyoroti aspek chaos daripada substansi.

"Dalam data top isu, kita melihat bagaimana peran media lebih menyoroti aspek kekerasan atau chaos dalam pemberitaan," ungkapnya.

Baca Juga: Hendri Satrio Sebut Momen Keos Ini Jadi Waktu Tepat Pemerintah Komunikasi Dengan Media Massa

"Tercatat, 'Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan', 'Kericuhan demo', hingga 'Pembakaran fasilitas publik' menjadi tiga top isu dalam pemberitaan media."

Masifnya pemberitaan tersebut kemudian membuat wacana yang sebelumnya muncul menjadi tenggelam.

"Pemberitaan soal 'tuntutan' massa aksi, yang pada periode awal 24-28 Agustus cukup aktif diwacanakan, menjadi 'tenggelam'," jelas Ade.

Menurutnya, hilangnya narasi tuntutan ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya aktor di lingkungan massa aksi yang bisa mengartikulasikan aspirasi dengan baik pasca-kericuhan. 

Hal ini menjadi catatan penting bagi para pemangku kebijakan agar lebih cermat dalam membaca dinamika sosial yang terjadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?