- Nama Zulfadhli, Ketua DPRA, mendadak jadi pusat perhatian nasional
- Secara terbuka menyatakan setuju Aceh pisah dari Indonesia.
- Motif Zulfadhli masih diperdebatkan: tulus memperjuangkan aspirasi rakyat atau sekadar taktik politik.
Suara.com - Satu nama kini menjadi pusat gempa politik nasional yakni Zulfadhli.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ini dalam sekejap berubah dari seorang politisi regional menjadi figur paling kontroversial di Indonesia.
Penyebabnya? Sebuah pernyataan seismik yang diucapkannya di hadapan ribuan demonstran yakni ia setuju Aceh pisah dari Indonesia.
Pernyataan ini bukan sekadar blunder.
Ini adalah sebuah pertaruhan tingkat tinggi yang kini menempatkan Zulfadhli di persimpangan jalan antara menjadi pahlawan bagi rakyatnya atau dicap sebagai musuh bagi negaranya.
Lantas, siapa sebenarnya Zulfadhli?
Pernyataan yang mengguncang Istana ini lahir dari situasi yang sangat genting.
Dihadapkan pada lautan massa yang marah dan menuntut referendum, Zulfadhli mengambil langkah yang tak pernah dibayangkan siapapun.
Alih-alih memberikan janji normatif, ia justru mengabulkan tuntutan paling ekstrem dari para demonstran.
Baca Juga: Penuhi Tuntutan Demonstran, Ketua DPRA Setuju Aceh Pisah dari Indonesia
"Baik, saya setuju dengan tuntutan saudara-saudara. Kita akan bawa aspirasi ini. Aceh pisah dari Indonesia," ujar Zulfadhli, sebuah kalimat yang langsung viral di media sosial.
Politisi Populis yang Membaca Denyut Nadi Rakyat
Zulfadhli bukanlah politisi kemarin sore.
Sebagai Ketua DPRA, ia adalah pucuk pimpinan legislatif di sebuah provinsi dengan status otonomi khusus yang lahir dari sejarah konflik panjang.
Ia dikenal sebagai politisi yang sangat memahami denyut nadi dan sentimen masyarakat Aceh.
Karakternya bisa dibaca sebagai seorang populis, pemimpin yang lebih mengutamakan aspirasi langsung dari rakyatnya di atas segalanya, bahkan jika itu harus berbenturan dengan konstitusi negara.