Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merilis data korban buntut dari gelombang aksi unjuk rasa yang melanda 20 kota di Indonesia. Mereka mencatat ada 10 orang meninggal dunia, 1.042 luka-luka, dan 3.337 orang ditangkap dalam periode 25-31 Agustus 2025.
YLBHI menyebut eskalasi kekerasan dan brutalitas aparat di lapangan adalah imbas langsung dari perintah Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri yang dinilai represif.
Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, membeberkan hasil rekapitulasi data yang mereka kumpulkan dari LBH di berbagai daerah. Angka yang tersaji menunjukkan betapa masifnya dampak dari rentetan aksi unjuk rasa pekan lalu.
"Di lapangan, intensitas represi aparat gabungan semakin brutal. Kami mengumpulkan data dari berbagai sumber," kata Arif dalam keterangan yang diterima Suara.com, Rabu (3/9/2025).
Data tersebut mencatat; 3.337 orang ditangkap, 1.042 orang luka-luka, dan 10 orang meninggal dunia.
Menurut YLBHI, di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, aparat tidak hanya menangkap massa aksi, tetapi juga melakukan penangkapan acak terhadap warga biasa yang disertai kekerasan.
Perintah Prabowo dan Kapolri Jadi Pemicu Brutalitas
YLBHI secara terang-terangan menunjuk hidung para petinggi negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas meningkatnya represi.
Menurut Arif, brutalitas aparat di lapangan meningkat drastis setelah pidato Presiden Prabowo yang memerintahkan tindakan tegas. Perintah ini, kata dia, ditindaklanjuti secara lebih ekstrem di level bawah.
Baca Juga: Ferry Irwandi Mudah Lacak Dalang Kerusuhan Lewat Media Sosial, Ini Hasilnya
"Pernyataan Presiden Prabowo ditindaklanjuti Kapolri Listyo Sigit dengan perintah tembak massa aksi yang masuk ke kantor polisi," kata Arif.
Pelanggaran HAM, menurut YLBHI, tidak hanya terjadi di jalanan. Mereka juga menemukan adanya upaya sistematis untuk menghalangi akses bantuan hukum bagi para demonstran yang ditangkap di berbagai kota.
"Mirisnya, penangkapan sewenang-wenang dan kekerasan juga dialami oleh Pengacara Publik di Samarinda dan Manado yang sedang melakukan pemantauan aksi," tambah Arif.
Atas serangkaian temuan ini, YLBHI melayangkan ultimatum keras kepada pemerintah. Mereka menyoroti keterlibatan TNI dalam penanganan keamanan dalam negeri yang dinilai sangat berbahaya.
"Pernyataan (Menteri Pertahanan) ini menunjukkan keputusan keterlibatan tentara secara aktif dalam keamanan dalam negeri," kritik Arif.
Oleh karena itu, YLBHI mendesak: