Suara.com - Misteri di balik penetapan status tersangka mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim (NAM) akhirnya terkuak. Kejaksaan Agung (Kejagung) secara gamblang membeberkan bahwa keterlibatan Nadiem dalam skandal korupsi pengadaan Chromebook berawal dari serangkaian pertemuan krusial dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.
Pertemuan inilah yang diduga menjadi titik awal "penguncian" proyek digitalisasi pendidikan untuk produk spesifik dari raksasa teknologi tersebut, yang pada akhirnya merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, dalam keterangannya pada Kamis (4/9/2025), menjelaskan secara rinci bagaimana pertemuan itu menjadi landasan kasus ini.
“(Nadiem) melakukan pertemuan dengan pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google,” kata Nurcahyo di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan.
Menurut Nurcahyo, dalam beberapa kali pertemuan itu, Nadiem secara spesifik membahas program Google for Education dengan sistem Chromebook. Dari sanalah kesepakatan awal untuk memuluskan jalan bagi produk Google dalam proyek pemerintah diduga dibuat.
“Telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” ucap Nurcahyo.
Yang lebih memberatkan, kesepakatan ini diduga terjadi jauh sebelum proses pengadaan alat TIK tersebut dimulai secara resmi. Nadiem, selaku menteri, disebut sebagai pihak yang memerintahkan agar sistem Chromebook dipilih, bahkan sebelum ada kajian teknis yang matang.
“Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai,” ujar Nurcahyo.
Fakta paling mencengangkan yang diungkap Kejagung adalah bahwa proyek Chromebook ini sebenarnya pernah ditolak oleh menteri sebelum Nadiem.
Baca Juga: Harta Tembus Rp1 Triliun, Nadiem Makarim Kini Tersangka Korupsi dan Langsung Ditahan Kejagung
Permintaan Google untuk berpartisipasi dalam proyek TIK diabaikan karena produk mereka dianggap tidak sesuai dengan kondisi geografis dan infrastruktur pendidikan di Indonesia.
“(Diabaikan) karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terkuat, tertingga, terdalam,” kata Nurcahyo.
Namun, di era Nadiem, proyek ini justru dihidupkan kembali. Kejagung menemukan bukti adanya surat balasan dari Nadiem kepada Google untuk berpartisipasi.
Untuk memuluskan rencana ini, Nadiem bahkan diduga menerbitkan Peraturan Menteri (Permendikbudristek) Nomor 5 Tahun 2021 yang secara sengaja "mengunci" spesifikasi teknis agar hanya Chromebook yang bisa menjadi pemenang proyek.
Akibat persekongkolan ini, negara diduga mengalami kerugian fantastis mencapai Rp 1.980.000.000.000. Angka ini, menurut Kejagung, masih bisa bertambah karena proses audit oleh BPKP masih terus berjalan.
Dalam kasus ini, Nadiem tidak sendirian. Empat orang lainnya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, yaitu mantan Staf Khusus Nadiem, Jurist Tan (JT); Konsultan Ibrahim Arief (IA); eks Direktur SMP Mulyatsah (MUL); dan mantan Direktur SD Sri Wahyuningsih (SW).