Tunjangan Rumah DPRD DKI Tembus Rp70 Juta, di Jateng Malah Rp79 Juta, Puluhan Kali Lipat Gaji Buruh!

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 11 September 2025 | 14:37 WIB
Tunjangan Rumah DPRD DKI Tembus Rp70 Juta, di Jateng Malah Rp79 Juta, Puluhan Kali Lipat Gaji Buruh!
Foto sebagai ilustrasi rapat paripurna DPR
Baca 10 detik
  • Kesenjangan Kebijakan
  • Ketidakadilan Ekonomi
  • Reaksi di Bawah Tekanan

Suara.com - Di saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan untuk menghentikan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan mulai 31 Agustus 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di berbagai provinsi justru menikmati fasilitas serupa dengan nominal yang jauh lebih fantastis.

Keputusan DPR pusat itu seolah tak bergema di daerah, memicu sorotan tajam dan kemarahan publik.

Bayangkan saja, di Ibu Kota, tunjangan rumah untuk anggota DPRD Jakarta mencapai angka Rp70 juta per bulan. Angka ini bahkan bukan yang tertinggi. Beberapa daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara juga menganggarkan tunjangan perumahan dengan nilai yang membuat dahi berkerut.

Sikap para wakil rakyat di daerah yang baru bereaksi setelah isu ini meledak di publik dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap kondisi masyarakat. Pegiat antikorupsi bahkan tak kaget dengan fenomena ini.

"Ini tidak mengejutkan dan menggambarkan betul betapa tidak sensitifnya politisi kita," ujar peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Muzammil sebagaimana disitat dari BBC News Indonesia, Kamis (11/9/2025).

Para pengamat kebijakan publik juga mempertanyakan urgensi dari tunjangan perumahan ini, terutama jika melihat fasilitas lain yang sudah diterima para anggota dewan.

"Jangan hanya karena secara template ada dalam penganggaran lalu terus muncul [tunjangan rumah]. Ini harus dikaji lagi. Apakah memang butuh sekali? Misal saja yang di Jakarta. Sejauh apa yang harus ditempuh? Perlu dicatat, mereka juga punya tunjangan transportasi yang cukup," kata Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar, Senin (08/09).

Rincian Tunjangan Fantastis DPRD yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Berikut adalah rincian tunjangan perumahan di beberapa provinsi yang nilainya sangat kontras jika dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterima kaum pekerja:

Baca Juga: PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih

Jawa Tengah:

  • Ketua DPRD: Rp79,63 juta/bulan
  • Wakil Ketua DPRD: Rp72,31 juta/bulan
  • Anggota DPRD: Rp47,77 juta/bulan

Perbandingan: Tunjangan ini setara dengan 20 hingga 39 kali lipat UMP Jawa Tengah yang hanya Rp2,16 juta.

DKI Jakarta:

  • Ketua dan Wakil Ketua DPRD: Rp78,8 juta/bulan
  • Anggota DPRD: Rp70,4 juta/bulan

Perbandingan: Besaran ini setara dengan 16 kali lipat UMP Jakarta yang berada di angka Rp5,39 juta.

Jawa Barat:

  • Ketua DPRD: Rp71 juta/bulan
  • Wakil Ketua DPRD: Rp65 juta/bulan
  • Anggota DPRD: Rp62 juta/bulan

Perbandingan: Tunjangan ini setara dengan 31 hingga 35 kali lipat UMP Jawa Barat (Rp2,19 juta).

Sumatra Utara:

  • Ketua DPRD: Rp60 juta/bulan
  • Wakil Ketua DPRD: Rp51 juta/bulan
  • Anggota DPRD: Rp40 juta/bulan

Perbandingan: Tunjangan ini mencapai 20 kali lipat UMP Sumatra Utara (Rp2,99 juta).

Jawa Timur:

  • Ketua DPRD: Rp57,7 juta/bulan
  • Wakil Ketua DPRD: Rp54,8 juta/bulan
  • Anggota DPRD: Rp49 juta/bulan

Perbandingan: Setara dengan 24 hingga 28 kali lipat UMP Jawa Timur (Rp2,3 juta).

Suara Geram Mahasiswa: 'Ini Tidak Masuk Akal!'

Besaran tunjangan yang fantastis ini memicu reaksi keras dari kalangan mahasiswa. Mereka menilai angka tersebut tidak hanya berlebihan, tetapi juga tidak sebanding dengan kinerja yang ditunjukkan para wakil rakyat.

"Itu nilainya kebesaran. Karena harga sewa rumah-rumah di Medan ini tidak sampai segitu, kalau pun ada itu pasti sangat mewah sekali. Ini tidak cocok, apalagi kinerja DPRD tidak maksimal," ujar Zikri Afdinal Siregar, mahasiswa Universitas Islam Sumatera Utara.

Hal senada diungkapkan Jalaluddin Pulungan, mahasiswa Universitas Sumatera Utara, yang menyebut besaran tunjangan itu sangat kontras dengan kondisi ekonomi masyarakat.

"Ini sangat tidak masuk akal. Karena kita lihat dari kinerja mereka dan juga penghasilan warga Sumatera Utara jauh dari nominal itu," ujar Jalaluddin.

Dalih DPRD: Sesuai Aturan dan Sedang Dievaluasi

Menghadapi gelombang protes, pimpinan DPRD di sejumlah daerah akhirnya angkat bicara. Wakil Ketua DPRD Jakarta, Basri Baco, menyatakan pihaknya sedang membahas evaluasi tunjangan tersebut. "Lagi dibahas supaya bisa dapat hasil yang benar-benar sesuai dengan ketentuan dan harapan masyarakat," kata Basri.

Sementara itu, Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, mengaku telah membahas isu ini dengan Gubernur dan akan menggelar pertemuan lanjutan. "Untuk menyamakan persepsi, Karena ini adalah peraturan pemerintah. Gaji kita itu yang ngatur pemerintah. Itu dalam komponen yang harus diterima DPRD, itu Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2017," ujar Sumanto.

Di Jawa Barat, Wakil Ketua DPRD MQ Iswara berdalih bahwa nominal yang diterima setelah dipotong pajak lebih kecil. Namun, ia sepakat untuk mengevaluasi tunjangan tersebut.

“Ini timingnya pas. Kemendagri sedang evaluasi APBD Perubahan 2025. Kami akan serahkan ke Kemendagri. Kalau Kemendagri tidak mengizinkan, kami tidak akan menerima,” kata Iswara.

Anggota DPRD Sumatra Utara, Fajri Akbar, bahkan menganggap tunjangan itu penting untuk menunjang kinerja, meski ia terbuka untuk evaluasi. "Kalau menurut saya pribadi, kami layak menerima. Tapi kalau kita bicara nilai, kami terbuka untuk dievaluasi," ujar Fajri.

Namun, bagi para pengamat, kebijakan ini tetap sulit diterima akal sehat dan berpotensi menjadi "korupsi yang dilegalkan".

"Sebab hal ini bukan hanya terlihat sebagai pemborosan, melainkan mulai terlihat sebagai 'korupsi yang dilegalkan'," ucap Sahel dari TII.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI