- KPK ungkap korupsi pencairan kredit fiktif Rp 263,5 miliar di BPR Jepara Artha
- Direktur utama BPR dan pihak swasta bersekongkol gunakan identitas palsu dan dokumen fiktif
- Kredit dicairkan tanpa analisa layak, menyebabkan kerugian besar dan kredit macet
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan konstruksi perkara dalam kasus dugaan korupsi pada pencairan kredit usaha fiktif di PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jepara Artha (Perseroda).
Awalnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa BPR Jepara Artha menerima penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Jepara sebanyak Rp 24 miliar.
Hingga 2024, lanjut Asep, deviden kumulatif yang sudah diberikan kepada BPR Jepara sebanyak Rp 46 miliar.
Asep mengungkapkan bahwa selama dua tahun berjalan, terdapat penambahan outstanding kredit usaha kepada dua grup debitur secara siginifikan sebesar sekitar Rp 130 Miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.
“Performa/kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar/macet sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi,” jelas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
Awal tahun 2022, dia menambahkan, Direktur Utama PT BPR Jepara Artha Jhendik Handoko sepakat dengan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG) Mohammad Ibrahim Al’Asyari untuk mencairkan kredit fiktif.
Dimana penggunaanya sebagian untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan oleh manajemen BPR Jepara sementara sebagian lainnya digunakan Ibrahim.
Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, Jhendik menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada Ibrahim.
“Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut selama periode April 2022 sampai Juli 2023, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp 263,6 Miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh MIA,” ujar Asep.
Baca Juga: Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
“Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya. Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online , pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp 7 Miliar per debitur,” bebernya.
Ibrahim bersama sejumlah rekannya disebut mencari calon debitur yang akan dipinjam namanya dengan menjanjikan fee rata-rata Rp 100 juta per debitur.
Mereka juga disebut menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di mark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisa berkas Kredit BPR Jepara Artha.
Jhendik kemudian meminta sejumlah bawahannya untuk berkoordinasi dengan Ibrahim, guna memenuhi data dan diminta memproses kredit dengan menyiapkan dokumen analisa kredit debitur di mana dokumen perizinannya tidak sesuai dengan kenyataan.
Dalam dokumen tersebut, Asep mengungkapkan, perhitungan penghasilan dimark-up, foto usaha yang ditampilkan milik orang lain, debitur tidak memiliki agunan yang disiapkan oleh Ibrahim dengan penilaian agunan yang dimark-up 10 kali lipat oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) agar mencukupi perhitungan kredit yang dimark-up.
Menurut Asep, rata-rata per debitur dibuat perhitungan untuk cukup realisasi kredit Rp 7 Miliar.
Jhendik juga meminta penandatanganan persetujuan komite kredit secara formalitas tanpa review, penilaian risiko kredit oleh manajemen risiko yang juga sekadar formalitas, serta kredit putus yang direalisasikan sebelum pengikatan agunan.
![BPR Jepara Arta/[Dokumentasi Humas LPS].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/05/22/96097-bpr-jepara-artha.jpg)
“Pada saat penandatangan perjanjian kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang dan Klaten yaitu lokasi domisili debitur fiktif, JH meminta AN untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian Pencairan Kredit dan Teller BPR Jepara tanpa ada proses review proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan/hak agunan,“ tutur Asep.
“Bahwa pada saat akad kredit dilakukan, objek tanah yang dijadikan agunan (yang di mark-up KJPP 10 kali lipat) belum lunas dibeli MIA dan baru dilunasi setelahnya dengan menggunakan dana pencairan kredit. Bahwa proses balik nama Debitur Fiktif dan dan pengikatan agunan/hak tanggunan baru dimulai PPAT pada saat sudah lunas yaitu setelah kredit berjalan,” sambung dia.
Lebih lanjut, Asep juga mengungkapkan selama periode April 2022 sampai dengan Juli 2023, telah direalisasikan 40 debitur fiktif dengan jumlah Plafond Kredit Rp 263,5 Miliar.