- Warga negara menggugat penghapusan uang pensiun anggota DPR ke MK.
- Pimpinan DPR menyatakan akan patuh pada apapun putusan MK nanti.
- Gugatan dilayangkan atas dasar rasa ketidakadilan bagi rakyat biasa.
Baginya, DPR akan senantiasa menghormati dan menjalankan putusan final dari MK.
"Apa pun hasilnya nanti soal uang pensiun itu, kita akan ikuti. Tak ada keberatan," kata dia.
Apa yang digugat?
Dalam berkas gugatannya, Lita dan Syamsul menyoroti rasa ketidakadilan antara hak yang diterima anggota dewan dengan kondisi yang dihadapi rakyat biasa.
Mereka membandingkan mekanisme pensiun anggota DPR yang otomatis didapat seumur hidup, dengan para pekerja yang harus menabung melalui BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain dengan persyaratan yang ketat.
"Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen," ujar pemohon dalam dalilnya.
Pemohon menggugat Pasal 1 a, Pasal 1 f, dan Pasal 12 UU No. 12/1980 yang mengategorikan anggota DPR sebagai anggota lembaga tinggi negara, sehingga memberikan mereka hak atas uang pensiun. Selain dana pensiun bulanan, pemohon juga menyoroti adanya Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan sekali.
Berapa Besaran Uang Pensiun DPR?
Berdasarkan peraturan yang berlaku, besaran uang pensiun yang diterima anggota DPR adalah 60 persen dari gaji pokok bulanan mereka.
Baca Juga: Guyonan Dasco: Yang Sukses Selesaikan Masalah Agraria Bisa Jadi Cawapres
Berikut rinciannya:
- Anggota DPR (tanpa jabatan): Gaji pokok Rp4,20 juta per bulan, uang pensiun Rp2,52 juta per bulan.
- Anggota DPR (merangkap Wakil Ketua): Gaji pokok Rp4,62 juta per bulan, uang pensiun Rp2,77 juta per bulan.
- Anggota DPR (merangkap Ketua): Gaji pokok Rp5,04 juta per bulan, uang pensiun Rp3,02 juta per bulan.
Dana pensiun ini akan terus dibayarkan seumur hidup kepada mantan anggota dewan.
Jika yang bersangkutan meninggal dunia, dana pensiun akan dihentikan atau dapat dialihkan kepada pasangan yang masih hidup dengan besaran yang disesuaikan.
Gugatan ini kini menjadi pertaruhan apakah fasilitas yang telah dinikmati para wakil rakyat selama puluhan tahun akan tetap berlanjut atau dihentikan atas nama keadilan publik.