- GIPI menyayangkan revisi Undang-Undang Kepariwisataan oleh DPR.
- Mereka mendapat kabar kalau organisasi GIPI dihapus dari aturan tersebut.
- Hariyadi mengaku akan menggelar sidang pleno dengan para anggota GIPI untuk pernyataan sikap lebih formal.
Suara.com - Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi BS Sukamdani, menyayangkan revisi Undang-Undang Kepariwisataan oleh DPR.
Dia mengaku belum menerima draft terbaru dari revisi UU tersebut, meski begitu mereka telah mendapat kabar kalau organisasi GIPI dihapus dari aturan tersebut.
Hal tersebut yang membuatnya heran dengan keputusan DPR. Dia mengaku tak mengerti dengan alasan dari penghapusan tersebut.
"Saya gak tahu ya jalan pemikirannya di sana, pembahasan di sana sehingga kita di-delete. Padahal alasannya, katanya yang saya dengar-dengar, ini kan swasta, ngapain mesti ada di undang-undang," kritik Hariyadi ditemui di Kantor Kementerian Pariwisata, Jakarta, Senin (6/10/2025).
"Ya kalau kita swasta, tuh yang namanya notaris juga swasta," katanya menambahkan.
Keputusan itu, dirasa Hariyadi, semakin memperkuat anggapannya kalau pemerintah tidak punya perhatian serius untuk sektor pariwisata.
"Saya sudah bicara berkali-kali, pariwisata itu kenyataannya gak dianggap penting gitu loh. Memang kenyataannya tidak dianggap penting oleh penyelenggaran negara," ujarnya.
Untuk merespons lebih lanjut, Hariyadi mengaku akan menggelar sidang pleno dengan para anggota GIPI untuk pernyataan sikap lebih formal.
"Nanti hari Rabu saya akan pleno, saya juga mau nanya nih sama anggotanya GIPI, responsnya mereka terhadap undang-undang ini gimana, kan kita di-delete ini gimana kira-kira," pungkasnya.
Baca Juga: Tiket MotoGP Mandalika Hampir Ludes! Apa yang Bikin Event Ini Jadi Magnet Wisata Dunia?
Sebelumnya DPR, dalam Rapat Paripurna Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada Kamis (2/10) lalu.
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan kalau penyusunan RUU itu bertujuan merekonstruksi landasan filosofis pariwisata nasional.
“Jika sebelumnya pariwisata lebih dipandang sebagai pemanfaatan sumber daya, kini pariwisata ditempatkan sebagai instrumen pembangunan peradaban, penguatan identitas nasional, dan perwujudan hak asasi manusia untuk berwisata,” katanya.