-
MUI DKI Jakarta menekankan bahwa air memiliki makna spiritual, budaya, dan sosial yang lebih dalam dari sekadar kebutuhan dasar.
-
Sekretaris Umum MUI, Auzai Mahfuz, menyebut air sebagai simbol peradaban dan keadilan yang harus dijaga bersama.
-
Jakarta kini menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan air bersih dan kelestarian lingkungan, yang menuntut refleksi moral serta tindakan nyata.
Suara.com - Air bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga cermin peradaban. Pesan itu mengemuka dalam lokakarya bertajuk “Menakar Masa Depan Air di Jakarta, Akankah Menjadi Air Mata?” yang digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jakarta pada Senin (6/10/2025).
Ketua Bidang Seni Budaya MUI DKI Jakarta, Lutfi Hakim, menegaskan bahwa air memiliki makna yang jauh melampaui fungsi fisiknya.
“Air tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar seperti minum, memasak, dan kebersihan, tetapi juga memiliki makna simbolis dalam tradisi agama dan budaya,” ujar Lutfi.
Menurutnya, dalam Islam air digunakan untuk bersuci, seperti wudhu dan mandi besar, yang menandakan kemurnian dan pembaruan diri.
“Pemahaman tentang air melampaui dimensi materialnya sebagai substansi fisik. Air juga mencakup aspek keagamaan, filosofi, dan adat istiadat yang hidup di masyarakat,” lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Provinsi Jakarta, Auzai Mahfuz, menyoroti bahwa persoalan air di Jakarta kini bukan hanya teknis, melainkan juga menyangkut nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Air ini tidak mengenal agama. Nabi bersabda, manusia memiliki tiga kebutuhan yang harus dipenuhi bersama — air, udara, dan api,” ujarnya.
Auzai menambahkan, sejak masa Rasulullah, air sudah menjadi simbol kekuatan dan kebijaksanaan. Ia mencontohkan, dalam Perang Badar, perebutan sumber air menjadi strategi penting karena air adalah sumber kehidupan dan simbol keadilan.
Dalam konteks Jakarta, tantangan air semakin kompleks. Kota ini menghadapi penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah berlebihan, risiko intrusi air laut, hingga ketimpangan akses air bersih.
Baca Juga: Demi Makanan Bergizi Aman, BGN Dorong Sterilisasi dan Penggunaan Air Galon di SPPG
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut dan diprediksi bisa tenggelam sebagian pada 2050 jika pengelolaan air tidak segera dibenahi.
“Semoga air yang mengalir di kota ini tidak hanya menghidupi, tapi juga mempersatukan. Karena sejatinya, di setiap tetes air ada pesan ilahi: kehidupan harus dijaga bersama,” tutup Auzai.
Lokakarya ini menjadi pengingat bahwa masa depan air Jakarta bukan semata urusan infrastruktur, tapi juga refleksi moral dan spiritual masyarakatnya—apakah air akan tetap menjadi sumber kehidupan, atau justru berubah menjadi air mata.