-
Kuasa hukum Nadiem menilai penetapan tersangka oleh Kejagung cacat formil dan materil karena bukti tidak cukup dan belum ada perhitungan resmi kerugian negara.
-
Nadiem juga tidak menerima SPDP, sehingga hak konstitusional untuk membela diri sejak awal dianggap dilanggar.
-
Tim hukum meminta hakim praperadilan menghentikan penyidikan, membatalkan status tersangka, dan memulihkan hak serta martabat Nadiem.
"Pemohon tidak pernah menerima SPDP dari Termohon. Ketiadaan SPDP tersebut mengakibatkan seluruh proses penyidikan menjadi cacat formil, karena melanggar hak konstitusional Pemohon untuk mengetahui dan membela diri sejak dini," ujar Dodi.
Kemudian, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang digunakan Kejagung bersifat umum, kemudian dijadikan dasar untuk penerbitan Sprindik Khusus.
Seharusnya tindakan tersebut tidak bisa dilakukan karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 109 KUHAP.
Akibat dugaan serangkaian cacat prosedur tersebut, tim kuasa hukum meminta agar hakim praperadilan untuk mengabulkan permohonan Nadiem.
"Kami juga meminta hakim memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menghentikan seluruh proses penyidikan dan memulihkan hak-hak, kedudukan, serta martabat klien kami," tandasnya.