Dugaan 'Mafia' BBM Non-PSO di Tubuh Pertamina: Kualitas Merosot, Dirut PPN Terseret?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 13:05 WIB
Dugaan 'Mafia' BBM Non-PSO di Tubuh Pertamina: Kualitas Merosot, Dirut PPN Terseret?
Koordinator Nasional SEI, Hexa Todo. [Dok Pribadi]
Baca 10 detik
  • Nama Mars Ega, kini Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN), mencuat sebagai sosok sentral yang diduga mengendalikan skema BBM Non-PSO bermasalah.
  • Tahun 2023 titik kunci, saat Mars Ega menjabat sebagai Direktur Pemasaran Regional PPN yang melarang penjualan BBM Non-PSO kepada SPBU swasta.
  •  SPBU swasta dipaksa berjuang sendiri mengurus impor, menghadapi labirin birokrasi, dan membayar harga tinggi.

Suara.com - Sentinel Energy Indonesia mengungkap dugaan monopoli dan impor BBM bermasalah yang terjadi di BUMN energi.

Koordinator Nasional SEI, Hexa Todo menjelaskan, pihaknya memperhatikan proses pemeriksaan dan persidangaan Kasus Dugaan Korupsi BBM di Patra Niaga yang menyeret Direktur Utama, Riva Siahaan hingga, orang kuat diduga Mafia Minyak, Riza Chalid, termasuk menelusuri jejak-jejak kebijakan itu sejak 2023 hingga 2025.

Hasilnya membuka tabir bahwa tata niaga BBM Non-PSO bukan dijalankan sebagai sistem terbuka dan adil, melainkan sebagai permainan kekuasaan yang menutup kompetisi dan mengaburkan akuntabilitas publik.

Dia memaparkan, efisiensi selalu terdengar manis di telinga publik. Namun di baliknya, efisiensi ini hanyalah selimut bagi praktik monopoli yang disusun rapi oleh tangan-tangan berpengaruh.

Nama Mars Ega, kini Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN), mencuat sebagai sosok sentral yang diduga mengendalikan skema BBM Non-PSO bermasalah sebuah pola yang menutup kompetisi dan membuka ruang penyimpangan di sektor energi nasional.

"Yang Kami lihat bukan kesalahan administratif. Ini sistem yang disusun rapi, jadi sengaja by design, ada larangan, ada pemaksaan, dan ada bahan bakar di bawah standar yang tetap beredar di pasar nasional. Semua benangnya bermuara pada pucuk pimpinan Patra Niaga saat ini, Direktur Utama, ke Mars Ega," ungkap Hexa Todo, Sabtu (18/10/2025).

Tahun 2023 titik kunci, saat Mars Ega menjabat sebagai Direktur Pemasaran Regional PPN yang melarang penjualan BBM Non-PSO kepada SPBU swasta.

Satu kebijakan itu cukup untuk mematikan separuh nyawa pasar. SPBU swasta dipaksa berjuang sendiri mengurus impor, menghadapi labirin birokrasi, dan membayar harga tinggi. Akibatnya, pasar terkunci, devisa negara terkuras, dan dominasi Pertamina Patra Niaga menguat di balik dalih 'pengaturan distribusi'.

"Begitu larangan diberlakukan, swasta kehilangan peran. Pasar dikunci, dan persaingan mati. BBM Non-PSO berubah menjadi arena tunggal di bawah kendali satu tangan," tegas dia.

Baca Juga: Final Bright Gas Cooking Competition 2025 Digelar di Jakarta, Adu Kreativitas 12 Finalis

Dua tahun berselang, tahun 2025, Kementerian ESDM menambah bara dalam tungku. Melalui kebijakan baru, SPBU swasta malah diwajibkan membeli BBM dari Pertamina Patra Niaga setelah kuota impornya habis meskipun harga dan spesifikasinya ditentukan sepihak.

Menurut SEI, kebijakan itu tidak lahir dari kebijakan teknokratis, melainkan dari tekanan politik dan hukum setelah munculnya pemeriksaan di Gedung Bundar (Kejaksaan Agung) yang menyinggung nama-nama besar di tubuh Pertamina.

"Tekanan itu terasa. Swasta dipaksa beli dari PPN, sementara PPN bebas menentukan harga dan spesifikasi. Ini bukan mekanisme pasar, ini pemaksaan kebijakan," ujar Hexa.

Hexa juga memaparkan, di meja rapat, pejabat berjanji tentang transparansi. Tapi di lapangan, janji tinggal slogan. Pada 19 September 2025, dalam pertemuan di kantor ESDM, swasta dan Pertamina Patra Niaga sepakat bahan bakar harus sesuai spesifikasi dan boleh diinspeksi di pelabuhan asal.

Namun, dua minggu kemudian, janji itu dilanggar. BBM dikirim tanpa inspeksi independen. Dan ketika swasta melapor dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI pada 1 Oktober 2025, Mars Ega tidak hadir. Ia memilih diam di balik dinding korporasi, menumbalkan Wakil Direkturnya untuk menjelaskan kebijakan yang tak bisa dijelaskan.

"Ketidakhadirannya bukan karena jadwal, tapi karena ada kejahatan yang disembunyikan meski sudah jelas terlihat secara kasat mata," paparnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI