Jeritan Pedagang Thrifting di Tengah Ancaman Larangan: Modal Membengkak, 'Beli Kucing dalam Karung'

Senin, 01 Desember 2025 | 19:33 WIB
Jeritan Pedagang Thrifting di Tengah Ancaman Larangan: Modal Membengkak, 'Beli Kucing dalam Karung'
Ilustras perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting. (Suara.com/Rochmat)
Baca 10 detik
  • Pedagang menolak larangan total impor pakaian bekas karena menganggap usaha mereka bagian dari UMKM yang menggerakkan ekonomi rakyat kecil.
  • Pemerintah tetap tidak akan melegalkan impor baju bekas meski pedagang bersedia membayar pajak.
  • Pedagang mengeluhkan kenaikan harga modal dan risiko usaha, serta adanya dugaan setoran kepada oknum petugas agar barang lolos.

“Orang tua juga bisnis ini (thrifting) saat masih di Medan,” kenang Jefri, menceritakan bahwa bisnis ini sudah menghidupi keluarganya sejak belasan tahun lalu.

Ibarat 'Membeli Kucing dalam Karung'

Ketakutan terbesar Jefri bukan hanya soal razia, tapi juga risiko memulai usaha baru dari nol. Ia mengaku sudah paham seluk-beluk pemasok terpercaya di bisnis ini.

“Kalau usaha baru lagi, belum tentu usahanya jalan. Bisa jadi malah rugi atau gak jalan karena gak tau selahnya,” tutur Jefri.

Tantangan berdagang pakaian bekas pun kian berat. Dalam lima tahun terakhir, harga per bal (karung padat) melonjak signifikan.

Parahnya, pedagang tidak bisa melihat isi barang sebelum membeli karena terikat kawat segel dari luar negeri.

“Ibaratnya kita beli kucing dalam karung, karena emang gak bisa milih,” jelasnya.

Untuk satu bal seharga Rp6-7 juta yang berisi sekitar 150 jaket, Jefri menyebut hanya sekitar 30-40 potong yang memiliki nilai jual tinggi. Sisanya adalah barang "zonk"—berbahan tipis atau merek tak dikenal—yang sulit dijual.

“Kalau dapet kaya gitu dijual Rp50 ribu aja sulit,” keluhnya.

Baca Juga: Impor Teksil Ilegal Lebih Berbahaya dari Thrifting

Polemik perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting kembali memanas. (Suara.com/Rochmat)
Polemik perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting kembali memanas. (Suara.com/Rochmat)

Bukan Pesaing Produk Lokal

Jefri juga menepis anggapan bahwa thrifting mematikan produk lokal. Menurutnya, pasar keduanya berbeda. Justru, banyak jenama lokal yang terinspirasi dari desain-desain unik pakaian thrift yang beredar.

“Jadi hype di luar, masuk ke Indonesia lewat thrifting kemudian dicontoh sama brand lokal,” ujarnya.

Menurut Jefri, musuh sebenarnya bagi produk lokal maupun thrift adalah gempuran produk impor murah dari China, yang mayoritas adalah barang imitasi (KW).

“Misal, produksi di sini Rp100 ribu, tapi kalo impor KW itu Rp60 ribu sudah sama ongkor dan siap untuk dipajang,” tegasnya.

Bakar Baju Bukan Solusi Bijak

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI