- Bandara khusus PT IMIP di Morowali memicu perdebatan kedaulatan negara akibat minimnya otoritas pemerintah di lokasi tersebut.
- Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyoroti celah hukum dan menegaskan pentingnya penegakan hukum di wilayah kedaulatan Indonesia.
- Luhut Pandjaitan menyatakan izin bandara tersebut diberikan sebagai fasilitas domestik untuk menarik investasi besar senilai miliaran dolar.
Suara.com - Di jantung kawasan industri nikel terbesar Indonesia, Morowali, Sulawesi Tengah, sebuah landasan pacu pribadi memantik perdebatan di level tertinggi pemerintahan. Bandara Khusus milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini menjadi sorotan tajam, mempertanyakan batas antara fasilitas investasi dan kedaulatan negara.
Bagi sebagian pihak, bandara ini adalah simbol kemajuan dan fasilitas wajar untuk investasi senilai ratusan triliun rupiah. Namun bagi yang lain, keberadaannya tanpa kehadiran penuh aparat negara adalah sebuah anomali berbahaya.
Lantas, apa sebenarnya kepentingan ekonomi dan strategis di balik bandara 'pribadi' ini?
Alarm Kedaulatan dari Menhan
Polemik ini mencuat ke publik setelah Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin melakukan peninjauan intensif ke kawasan tersebut. Sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional, Sjafrie menyoroti adanya potensi pelanggaran dan celah hukum di sektor pertambangan yang bisa merugikan negara.
Keberadaan bandara khusus yang minim otoritas negara menjadi salah satu fokus utamanya. Ia secara tegas memperingatkan agar tidak ada entitas yang beroperasi seolah-olah kebal hukum di dalam wilayah Indonesia.
"Negara hadir untuk menegakkan hukum, menegakkan regulasi, dan kita perbaiki semua hal-hal yang sudah kita lihat selama ini terjadi. Tidak boleh ada republik di dalam republik," kata Sjafrie seperti dikutip dari Instagram Kemenhan RI, Kamis (20/11/2025).
Kekhawatiran ini diperkuat oleh temuan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang mengungkap fakta mengejutkan di lapangan.
"Ternyata di Indonesia ada bandara yang tanpa ada otoritas negara. Bandara itu ada di kawasan industri Morowali atau PT IMIP. Tanpa adanya pihak keamanan, tanpa adanya pihak bea cukai, dan tanpa adanya pihak imigrasi," kata Satgas PKH dalam unggahan di akun Instagramnya @satgaspkhofficial, dikutip Rabu (2/12/2025).
Baca Juga: Bandara IMIP Dicabut Statusnya, Menteri Investasi: Investor Butuh Kepastian, Bukan Label
Luhut Membela
![Kepala Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan Purnawiran TNI agar jangan terpecah belah. [Instagram/@luhut.pandjaitan]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/06/97578-luhut-binsar-pandjaitan.jpg)
Di sisi lain, bekas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan penjelasan gamblang mengenai asal-usul izin bandara tersebut.
Menurutnya, keputusan itu diambil dalam rapat resmi pemerintah sebagai fasilitas yang lazim diberikan kepada investor skala besar, serupa dengan praktik di Vietnam dan Thailand.
Dengan nilai investasi di Morowali yang mencapai lebih dari US$20 miliar, Luhut menilai permintaan fasilitas seperti bandara khusus adalah hal yang wajar.
"Mengenai izin pembangunan lapangan terbang, keputusan itu diambil dalam rapat yang saya pimpin bersama sejumlah instansi terkait. Itu diberikan sebagai fasilitas bagi investor, sebagaimana lazim dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand," ujar Luhut dalam keterangannya, Senin (1/12/2025).
Ia juga meluruskan bahwa izin yang diberikan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo itu hanya untuk penerbangan domestik, sehingga sesuai aturan tidak memerlukan kehadiran permanen bea cukai atau imigrasi.
"Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi bandara internasional," ucapnya.
Status Izin yang Berubah-ubah
Faktanya, status bandara ini memang dinamis. Sempat beroperasi sebagai bandara khusus domestik, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Kepmenhub Nomor KM 38 Tahun 2025 sempat memberinya izin untuk melayani penerbangan internasional dalam kondisi tertentu.
Namun, seiring memanasnya sorotan publik, Kemenhub mengambil langkah korektif. Melalui Kepmenhub Nomor KM 55 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 13 Oktober 2025, izin layanan penerbangan internasional untuk Bandara IMIP resmi dicabut. Kini, statusnya kembali menjadi bandara khusus yang tidak melayani rute dari dan ke luar negeri.
Antara Kebutuhan dan Kerawanan

Pakar kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, mempertanyakan efisiensi pembangunan bandara khusus IMIP mengingat sudah ada Bandara Maleo di kawasan yang sama.
"Kenapa tidak dioptimalkan saja yang satu itu? Kenapa harus ada dua? Itu masalahnya, kan?" ujarnya saat dihubungi jurnalis Suara.com, Rabu (3/12/2025).
Meski begitu, ia mengakui bahwa dari sisi kepercayaan internasional (international trust), fasilitas semacam ini bisa dibenarkan untuk menarik investasi. Namun, ia menggarisbawahi masalah utama:
"Persoalannya ini yang sampai hari ini transparansi, akuntabilitas mengenai keberadaan bandara itu untungnya seperti apa, enggak pernah di-publish," ucapnya.
Sementara itu, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menyatakan bahwa bandara khusus bukanlah hal ilegal dan aturannya sudah ada.
"Bandara khusus ini memang salah satu daya tarik untuk investor luar negeri. Dampak negatifnya hampir tidak ada asalkan aturannya dipenuhi semua," jelasnya.
Perspektif berbeda datang dari Direktur China-Indonesia Celios, Zulfikar Rakhmat. Ia melihat adanya sikap Indonesia yang terlalu akomodatif terhadap investor China, yang justru bisa menjadi bumerang.
"China gak minta ada bandara dan lain-lain, kitanya saja yang sok-sokan mau mengakomodir," ucap dia.
Menurutnya, sikap "terlalu baik" ini bisa menciptakan persepsi bahwa Indonesia mudah didikte dan berpotensi menutup peluang datangnya investor dari negara-negara lain yang melihat Indonesia sangat proteksionis terhadap mereka, namun sangat menyambut investor China.