Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 16 Desember 2025 | 19:06 WIB
Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk
Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti. (Suara.com/Safelia Putri)
Baca 10 detik
  • Komnas Perempuan menyoroti memburuknya HAM di Papua berdasarkan laporan YLBHI mengenai situasi 2023-2025.
  • Aduan kasus di Papua didominasi sengketa SDA struktural dan kekerasan personal oleh aktor negara.
  • Komnas Perempuan telah merekomendasikan percepatan proses hukum kasus kekerasan terhadap perempuan kepada berwenang.

Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti situasi hak asasi manusia (HAM) di Papua yang dinilai semakin memprihatinkan.

Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, dalam peluncuran laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bertajuk “Papua dalam Cengkeraman Militer: Laporan Situasi HAM Papua 2023-2025”.

Yuni mengapresiasi laporan YLBHI tersebut sebagai dokumen krusial di tengah minimnya akses informasi terkait kondisi riil di Bumi Cendrawasih.

“Saya kira ini laporan yang sangat penting. Ini memberikan informasi di tengah kita semua yang seperti dipotong akses informasinya, ditutup mata dan akses kita untuk melihat situasi di Papua,” ujar Yuni, dikutip Selasa (16/12/2025).

Yuni mengungkapkan bahwa Komnas Perempuan telah lama bekerja memantau isu Papua. Terakhir kali, lembaganya melakukan pencarian fakta dan pelaporan mendalam pada periode 2018–2021.

Setelah membandingkan temuan lama dengan laporan terbaru YLBHI, Yuni menyimpulkan bahwa kondisi di lapangan mengalami kemunduran signifikan.

“Temuan-temuan umum di dalam laporan ini sayangnya, dan sedihnya, adalah temuan yang dalam banyak hal mirip, tapi lebih parah dari apa yang sudah kita dokumentasikan 13 tahun lalu. Bayangkan, 13 tahun yang lalu situasi bukan makin membaik, tapi justru makin memburuk,” tegasnya.

Dalam tanggapannya, Yuni juga membeberkan karakteristik aduan kasus yang diterima Komnas Perempuan terkait Papua.

Kasus-kasus tersebut terbagi menjadi dua ranah utama, kasus struktural dan kasus personal dengan pelaku aktor negara.

Baca Juga: LBH: Operasi Militer di Papua Ilegal dan Terstruktur Sistematis Sejak 1961

Untuk kasus struktural, aduan didominasi oleh konflik sumber daya alam (SDA) dan sengketa lahan akibat Proyek Strategis Nasional (PSN).

Sementara itu, untuk kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah personal, Yuni menyoroti tingginya keterlibatan aparat keamanan dan pejabat publik sebagai pelaku.

“Hampir setiap tahun selalu ada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di mana pelakunya adalah aparat keamanan. Saya kira ini menunjukkan bagaimana kerentanan di wilayah konflik bersenjata,” jelas Yuni.

Tidak hanya aparat keamanan, pejabat sipil pun turut dilaporkan.

“Pelakunya ada yang anggota DPR, ada yang Bupati. Itu benar-benar masuk laporannya (ke kami),” tambahnya.

Merespons aduan-aduan tersebut, Komnas Perempuan mengaku telah melakukan verifikasi dan mengirimkan surat rekomendasi kepada pihak berwenang, termasuk kepolisian dan pemerintah pusat, agar proses hukum dapat dipercepat.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI