Suara.com - Untuk menyiapkan para aparatur sipil Negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) dengan pemahaman Literasi Digital untuk menjadi Trainer literasi digital di lingkungan pemerintahan pada 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar kegiatan Literasi Digital sektor pemerintahan, beberapa waktu lalu.
“Tujuan kegiatan ToT Literasi Digital untuk ASN ini untuk menciptakan Trainer literasi digital sektor pemerintahan Kemenag yang nantinya akan membantu tugas Kemenkominfo melakukan literasi digital kepada ASN di Indonesia,” kata Ketua Tim Literasi Digital Sektor Pemerintahan, Niki Maradona.
Kegiatan ini merupakan bagian dari usaha meningkatkan literasi digital secara kognitif dan praktis bagi ASN di Indonesia menuju transformasi digital Indonesia.
Dalam sambutannya Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto menyampaikan bahwa saat ini perkembangan teknologi sangat dinamis, membuat kita semua dituntut untuk beradaptasi secara cepat, tanpa terkecuali ASN.
“Kompetensi yang dibutuhkan oleh ASN dalam menyongsong era digital ini pada dasarnya adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi untuk melakukan tugas fungsi pokoknya dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Sekretaris Jenderal Kemenag, Nizar Ali diperlukan kerja sama antar pemerintah dan masyarakat terkait literasi digital terutama dalam isu konten negatif.
“Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat agar literasi digital dapat berjalan dengan sukses untuk semua kalangan masyarakat, sehingga tidak ada gap digital,” tegasnya.
Apalagi, kata Kepala Lab Psikologi BINUS University. Istiani, saat ini manusia lebih proaktif di dunia digital atau disebut sebagai society 5.0.
Itulah yang menjadi alasan mengapa masyarakat membutuhkan pemahaman lebih saat menggunakan teknologi.
“Budaya digital itu berfokus kepada manusia, bukan teknologinya. Budaya membentuk cara kita berpikir, merasa, bekerja, bermain, dan itu membuat perbedaan cara kita memandang diri sendiri dan orang lain,” jelas Istiani.
Berbicara tentang budaya digital, Irene Camelyn Sinaga, Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengatakan Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dijadikan landasan budaya digital, salah satunya mencegah perpecahan di dunia digital karena isu-isu kontroversial.
“Polemik yang paling mudah dimainkan adalah agama, banyak sekali korban dan perpecahan yang disebabkan agama, yang terjadi di seluruh dunia. Mari kita belajar lagi kita tidak bisa terus terpedaya dengan orang yang memecah belah dengan membawa agama,” tegasnya.
Hal senada dikemukakan oleh Cahyo Edhi Widyatmoko dan Tri Hadiyanto Sasongko yang mengulas tentang etika digital bagi ASN.
Cahyo menjelaskan bahwa pengguna teknologi merupakan bagian dari “Warga Negara Digital” yang tidak hanya memiliki budaya digital, tetapi juga harus beretika layaknya menjalani kehidupan di dunia nyata.
“Ketika menggunakan internet dan sudah aktif di dunia digital maka kita sudah warga negara digital, maka diperlukan etika digital agar tetap memberikan kenyamanan antara para pengguna internet. Maka, kecakapan dan skill digital sebaiknya dilengkapi dengan etika digital,” jelasnya.