"Jika mendefinisikan perkalian dengan situasi di alam/kejadian di kenyataan, perkalian jadi gagasan yang tergantung alam. Math is not like that.
"Jika teori ilmu alam berbeda dengan kenyataan, maka teori itu gugur. Tidak demikian dengan Matematika.
"Jika suatu pernyataan matematika bertentangan dengan fenomena alam/kenyataan, ya biarkan saja. Math is not about nature.
"Secara becanda, matematikawan akan berkata bahwa karena alam/semesta yang tak ideal, akhirnya teori matematika tak sesuai dengan fenomena alam.
"Yang salah itu alam/semesta, bukan salah matematikanya, karena matematika lebih ideal dari kenyataan/alam.
"Persamaan/pernyataan matematika itu kekal. Lebih kekal dari alam."
Sebelumnya, Iwan juga sudah sempat menuliskan pendapatnya tentang hal ini dalam rangkaian tweet. Dia antara lain menyebut bahwa penulisan atau perumusan perkalian itu bisa tergantung bagaimana memaknainya, juga bisa tergantung bahasa dengan mencontohkan bahasa Jawa dan pengertian di buku-buku Singapura.
Iwan pun sempat menuturkan bahwa mungkin cara bertanya guru kebanyakan di Indonesia-lah yang salah, begitu juga cara mengoreksinya.
"Kita harus paham cara memeriksa pemahaman perkalian. Kalau sekedar tanya 3×4 = .... ya tentu anak kita boleh menjawab sesuai pengertiannya," tulisnya.
"Pertanyaan sekedar 3×4 = ... HARUS DIBENARKAN jawaban 3+3+3+3 atau 4+4+4. Salah gurunya tak beritahu dalam instruksinya yang mana yang diminta," sambungnya.
"Pertanyaan guru seharusnya begini 'Jika 2×3 = 3+3, tentukan 3×4". Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah SALAHKAN," tambahnya.
"Di Matematika tak ada KEBENARAN, yang ada hanyalah KESAHIHAN. Jika pernalarannya sahih, maka kita terima, walaupun kesimpulannya mungkin aneh." tandasnya.