2. Mayoritas infeksi bergejala ringan atau tidak bergejala
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 80% penderita COVID-19 mengalami gejala ringan (mirip dengan gejala flu biasa) atau bahkan tanpa gejala, 15% dengan gejala berat, dan 5% kritis. Ini seperti piramida, yang menunjukkan kasus kritis muncul paling sedikit di atas.
Gejala ringan dapat berupa demam, batuk, pilek atau sakit tenggorokan, gejala berat berupa sesak napas yang membutuhkan bantuan oksigen, sedangkan kondisi kritis adalah kondisi yang membutuhkan bantuan alat pernapasan.
Hal ini mengakibatkan kemungkinan besar orang yang mengalami gejala ringan akan mengobati diri sendiri sampai sembuh, sehingga tidak terdeteksi oleh sistem kesehatan. Sedangkan orang yang terinfeksi tapi tidak mengalami gejala apa pun, sangat mungkin tidak akan terdeteksi kecuali diketahui memiliki riwayat kontak erat dengan kasus positif.
Sebuah penelitian dari Imperial College London Inggris juga melaporkan bahwa mayoritas orang yang terinfeksi Covid-19 tidak terdeteksi karena hanya mengalami gejala ringan, tidak spesifik, atau bahkan tidak mengalami gejala.
Temuan ini mengindikasikan bahwa jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan hingga saat ini masih sangat jauh dari jumlah kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat, termasuk di Indonesia.
3. Kematian berhubungan dengan adanya penyakit kronis penyerta
Adanya penyakit penyerta pada pasien COVID-19 mengakibatkan tidak mudah untuk menyimpulkan apa yang menjadi penyebab kematian pada pasien.
Bisa saja kematian pada pasien Covid-19 sebenarnya disebabkan oleh kondisi parah karena penyakit kronis penyerta. Secara umum (bukan saat wabah Covid-19), WHO melaporkan bahwa enam dari 10 penyebab kematian di dunia adalah karena penyakit kronis.
Baca Juga: Pasien Corona Terus Bertambah, Jubir Covid-19 Kembali Ingatkan Jangan Mudik
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang secara spesifik mengukur tingkat kematian yang murni disebabkan oleh COVID-19 di dunia.
Mayoritas kematian pada pasien Covid-19 terjadi pada pasien yang memiliki riwayat penyakit penyerta seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, dan hipertensi. Penelitian yang dipublikasikan di the Lancet 11 Maret 2020 menunjukkan bahwa angka kematian pada kasus Covid-19 lebih tinggi pada orang lanjut usia dan memiliki penyakit kronis penyerta tersebut.
Tingginya angka kesakitan penyakit kronis di Indonesia seperti penyakit jantung koroner 1,5% dari total populasi pada 2018 atau 4 juta orang, diabetes melitus (1,5% atau 4 juta), dan hipertensi (34% atau 6 juta dari populasi berusia 18 tahun ke atas) dapat meningkatkan risiko kematian pada kasus Covid-19.
Penghitungan persentase kematian COVID-19 yang lebih akurat
Agar lebih akurat, penghitungan persentase kematian seharusnya juga memperhitungkan faktor jarak waktu dari tanggal spesimen diambil sampai tanggal pemeriksaan laboratorium dilakukan (diagnosis delay). Semakin panjang diagnosis delay maka semakin banyak kasus positif yang belum dilaporkan pada saat penghitungan angka kematian dilakukan. Sehingga, persentase kematian akan cenderung lebih tinggi apabila faktor ini tidak diperhitungkan.
Selain itu, untuk dapat mengidentifikasi persentase kematian Covid-19 murni (tanpa disertai penyakit penyerta), perlu dibedakan penghitungan angka kematian pada kelompok lanjut usia dengan yang muda, dan membedakan angka kematian pada kasus yang memiliki penyakit penyerta dengan yang tidak.